MEDAN-Khairul Anwar (62), warga Jalan Garu, Medan ini terlihat sedang memandu kegiatan tadarus yang diikuti oleh 60 jamaah.

Pria ini terlihat begitu sigap, dan teliti melakukan koreksi terhadap jamaah yang keliru membaca Alquran.

"Membaca Alquran dengan Huruf Braille ini lebih sulit dibanding membaca dengan huruf latin," ujarnya.

Pria yang tidak bisa melihat sejak lahir ini mengaku hanya mengenyam pendidikan Sekolah Luar Biasa (SLB).

"Di sana saya mendapat pelajaran dasar huruf hijaiyah, saya mengandalkan surat pendek yang saya hafal sejak di kampung dulu, untuk membantu proses pembelajaran," terangnya.
Khairil mengaku telah menjalani rutinitas sebagai pengajar sejak tujuh tahun lamanya.

Awalnya, pria kelahiran Perlak Aceh ini diajak rekannya bergabung di dalam Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) Sumut.

"Saya kemudian diminta mengajar mengaji, kepada teman-teman tuna netra di sini,kalau ditanya berapa yang sudah saya ajar, saya lupa karena tidak dicatat," jelasnya.

Menurut Khairil, kesulitan yang sering dihadapi kepada para jemaah yang baru belajar alquran adalah proses perabaan huruf. Bagi pelajar pemula, sangat sulit membedakan huruf-per huruf di dalam Alquran Braille.

"Mereka menganggapnya seperti parutan saja, karena semuanya bergaris," ungkapnya.

Khairil berpendapat, dengan metode yang berulang-ulang akan mampu membuat jamaah tersebut lancar membaca. Baginya, ia bertugas untuk menyimak apa yang dibaca oleh jamaah itu, dan mengkoreksinya apabila ada yang keliru.

"Semua tergantung kemauan dan niat, apabila rajin diulang maka akan cepat lancar," jelasnya.

Khairul berharap, bagi para rekannya yang sudah lancar membaca Al Quran untuk tidak berhenti mengaji. Hal ini dimaksudkan agar ilmunya terus bertambah, dan bisa diajarkan, seperti yang ia lakukan selama ini.

Bagi Khairul, di mata Allah, tidak ada perbedaan antara tuna netra dengan orang yang bisa melihat. Mengaji merupakan amal ibadah, yang bila dilakukan akan mendapatkan pahala.