MEDAN - Mengantisipasi dan mencegah maraknya ijazah palsu di kalangan masyarakat dalam memperoleh gelar akademik, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) RI akan menerbitkan Penomoran ijazah Nasional (PIN). “Pemerintah ada untuk melindungi masyarakat. Maraknya ijazah palsu, tetap yang dirugikan masyarakat. Karena itu, kita terbitkan PIN dan sudah kita proses,” ujar Direktur Pembinaan Kelembagaan Tinggi Kemrestekdikti, Dr Totok Prasetyo BEng MT saat ditemui di Kampus Universitas Negeri Medan, baru-baru ini.

Kehadiran Totok di Unimed dalam rangka memberikan Ceramah Umum Pembinaan Kelembagaan Perguruan Tinggi serta Penyerahan Surat Keputusan dan Sertifikat AIPT “A” dari BAN-PT.

Dia menuturkan, selama ini masyarakat tidak mengerti ijazah yang diterimanya sah atau tidak. Oleh sebab itu, hal ini menjadi masalah. Sebab, ijazah palsu dari kampus bodong, otomatis ijazahnya tidak laku.
“Ini yang saya minta ke pak menteri agar dapat dikendalikan. Saya sering mendengar, saat bertanya ke salah satu lulusan. Bapak kuliah dimana?. Yang ditanya hanya menjawab, saya tidak penting kuliah, yang penting saya wisuda. Bapak S1 ya? Nggak, saya SE. Nah, ini yang ingin kita tertibkan. Banyak kampus yang tidak ada aktifitas kuliah, tetapi saat wisuda berjumlah ribuan orang. Ini juga salah satu program kita,” cetus Totok.

Disebutkannya, PIN ini seperti nomor induk kepegawaian di masing-masing kelembagaan pemerintah. Nomor ini haruslah unik dan akan tertera diijazahnya. Sehingga, tidak perlu lagi mencari sah atau tidaknya ijazah tersebut ke Kemenristekdikti.

“Kita akan men-scan, dan akan muncul di dalam data Kemenristekdikti. Lulusan tersebut asal kampusnya dari mana, fakultas dan program studinya (prodi) apa,” sebut Totok.

Disinggung masih banyaknya kampus yang masih terakreditasi “C” atau yang tidak terakreditasi, Totok menyatakan, menurut peraturan dan undang-undang bahwa seluruh kampus yang mendapatkan izin dari Kemenristekdikti paling lambat pada Mei 2018 harus sudah re-akreditasi.

“Kita tidak terlalu menuntut karena persoalan anggaran Kemenristekdkti juga. Kemungkinan akan diundur ketetapannya, apalagi sedikitnya 3 ribuan kampus masih terakreditasi C,” tuturnya.

Meski demikian, sambung dia, syarat mutlak prodinya harus terakreditasi. Jika tidak, kampus tersebut tidak berhak meluluskan mahasiswanya.

“Jika melanggar, maka sesuai UU Nomor 12 Tahun 2012 akan ditindak pidana,” tandasnya.