MEDAN - ‎Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) akhirnya melakukan penahanan terhadap dua tersangka baru yakni Wilfred Sianturi, selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam kegiatan proyek pengadaan komputer sejumlah sekolah di Kabupaten Dairi dan Cut Dian Meutia, Direktur CV Hati Mulia, selaku rekanan dalam kegiatan Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran 2012 dengan pagu senilai Rp 2 miliar. "Kita tahan kedua tersangka usai menjalani pemeriksaan penyidik. Dan kita tahan untuk kepentingan penyidikan. Tersangka Wilfred ditahan di Rutan Tanjung Gusta sedangkan tersangka Cut Dian, kita titipkan ke Lapas Wanita," ucap Kasi Penkum Kejatisu Sumanggar Siagian, Rabu (5/4/2017) sore.

Menurut Sumanggar pemeriksaan kedua tersangka sekitar 5 jam oleh penyidik Pidsus Kejatisu. Setelah diperiksa, kedua tersangka langsung ditahan.

"Sebelumnya mereka menjalankan tes kesehatan dulu. Sementara tersangka Cut Dian sebelumnya meminta agar menunggu sang suami," kata Sumanggar.

Dalam kasus ini, kata Sumanggar, Kejatisu telah menetapkan tujuh orang tersangka. Ketujuhnya, yakni mantan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kabupaten Dairi, Pasder Brutu selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Melanton Purba selaku Direktur CV Langit Biru, Holman Siringoringo selaku Direktur CV Ruthani Mandiri, Arifin Lumban Gaol selaku Wakil Direktur CV Keke Lestari, dan rekanan lainnya Dian Kristina.

Serta ‎Wilfred Sianturi, selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) dan Cut Dian Meutia, Direktur CV Hati Mulia.

"Sehingga dengan ditahannya kedua tersangka itu, hanya tinggal tersangka Dian yang belum ditahan. Penetapan tersangka sudah melalui gelar perkara. Para tersangka melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 jo UU RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana," terangnya.

Diberitakan sebelumnya Proyek ini menggunakan dana alokasi khusus (DAK) Tahun Anggaran 2012 dengan pagu senilai Rp 2 miliar. Tim ahli dari Politeknik Negeri Medan telah dilibatkan dalam pemeriksaan kasus ini. Ditemukan 4 item kegiatan yang tidak sesuai dengan sfesifikasi dalam kontrak. Kemudian dilakukan audit kerugian negara oleh akuntan publik dan didapatkan jumlah kerugian negara sekitar Rp 800 juta.