WASHINGTON - China, yang didukung oleh Rusia, memblokir pernyataan singkat Dewan Keamanan (DK) PBB atas aksi kekerasan Myanmar terhadap etnis Rohingya. Hal itu dilakukan setelah 15 anggota DK PBB melakukan pertemuan untuk membahas situasi di negara bagian Rakhine, di mana militer negara itu melakukan operasi keamanan.

Kantor HAM PBB bulan lalu menuduh militer Myanmar melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan terhadap Muslim Rohingya. Militer Myanmar juga membakar desa Muslim Rohingya sejak Oktober dalam kampanye yang sangat mungkin masuk dalam kejahatan terhadap kemanusiaan dan mungkin pembersihan etnis.

Kepala urusan politik PBB Jeffrey Feltman memberikan penjelasan kepada DK PBB secara tertutup. Pertemuan itu dilakukan atas inisiatif Inggris.

"Kami mengedepankan beberapa unsur pers yang diusulkan tapi tidak ada konsensus di dalam ruangan," Duta Besar Inggris untuk PBB Matius Rycroft, yang menjabat sebagai presiden DK PBB untuk Maret, mengatakan kepada wartawan setelah pertemuan seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (18/3/2017).

Pernyataan seperti itu harus disepakati oleh konsensus. Para diplomat mengatakan China yang merupakan tetangga Myanmar, yang didukung oleh Rusia, memblokir pernyataan itu.

Rancangan pernyataan pers singkat itu menyatakan mencatat dengan keprihatinan terhadap pertempuran baru di beberapa negara bagian dan menekankan pentingnya akses kemanusiaan ke semua daerah.

Setidaknya 75 ribu orang telah melarikan diri dari negara bagian Rakhine ke Bangladesh sejak militer Myanmar memulai operasi keamanan pada Oktober lalu. Operasi militer dilakukan setelah pos perbatasan diserang oleh gerilyawan Rohingya. Sembilan anggota polisi Myanmar tewas dalam serangan tersebut.

Uni Eropa pada Kamis lalu telah menyerukan kepada PBB untuk mengirim misi pencari fakta internasional. Misi itu untuk mendesak Myanmar guna menyelidiki tuduhan penyiksaan, pemerkosaan, dan eksekusi oleh militer terhadap Muslim Rohingya.

Setelah pertemuan tertutup DKP BB pada bulan November lalu, negara-negara Barat menjadi semakin khawatir tentang bagaimana pemerintah Aung San Suu Kyi menghadapi kekerasan di wilayah barat laut. Menanggapi hal itu, Suu Kyi kepada para diplomat di ibukota, Naypyitaw, mengatakan bahwa negaranya sedang diperlakukan tidak adil. (snd)