JAKARTA - Ada puluhan nama yang tidak dibeberkan KPK dalam surat dakwaan perkara dugaan korupsi e-KTP. KPK menegaskan ada pembuktian rinci yang disiapkan, termasuk dengan fakta-fakta yang terungkap di sidang, untuk menjerat para pihak-pihak lainnya.

"Yang ingin kita sampaikan, ada kebutuhan pembuktian yang lebih rinci dan detail sehingga perlu kita cermati fakta-fakta persidangan," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (15/3/2017).

"Dalam kasus e-KTP selain persidangan berjalan KPK dalami juga informasi yang ada sekaligus mencermati fakta persidangan untuk pengembangan perkara jadi tentu saja harapan publik nggak kita kecewakan," imbuh Febri.

Febri mencontohkan dalam penanganan perkara lain seperti kasus suap di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), KPK tidak serta merta menjerat para tersangka. Hal itu dilakukan KPK lantaran perlu menemukan bukti-bukti kuat sebelum memprosesnya

"Ya memang sebelumnya KPK cukup banyak tangani perkara-perkara sejumlah pihak termasuk anggota DPR. Semuanya yang kita temukan bukti kuat kita proses secara hukum sesuai kewenangan KPK. Tapi kita butuh waktu. Ada seperti kasus indikasi suap PUPR misalnya yang kita terus lakukan pengembangan dan terus bertambah," imbuh Febri.

Tentang pengungkapan itu, suara keras juga disampaikan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang meminta lembaga antirasuah itu membongkar nama-nama anggota DPR yang mengembalikan uang aliran dana proyek senilai Rp 5,9 triliun itu.

"Berani tidak dibuka? Dalam artian dibuka yang sebenarnya. Supaya clear bagi masyarakat, pejabat, dan pemerintah. Karena tidak masuk akal bagi saya suatu pengadaan yang dikontrol ketat oleh suatu sistem negara, bobolnya itu 50 persen. Ini kan nggak masuk akal," ungkap Fahri sebelumnya.

"Data saya lengkap, jangan tulis apa yang diomongin juru bicara KPK doang. Ini saya sudah bikin kronologi. Lebih rumit bahannya. Termasuk saya bikin siapa yang terlibat. Termasuk kapan Mendagri terlibat, kapan pengusaha dan DPR terlibat," klaimnya.

Dalam kasus ini, jaksa pada KPK mendakwa eks Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman dan eks Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Sugiharto melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2013.

Penyimpangan pengadaan e-KTP dimulai dari anggaran, lelang, hingga pengadaan e-KTP. Dalam perkara ini, Irman didakwa memperkaya diri sebesar Rp 2.371.250.000, USD 877.700, dan SGD 6.000. Sedangkan Sugiharto memperkaya diri sejumlah USD 3.473.830.(dtc)