JAKARTA - Ketua DPR RI Setya Novanto disebut-sebut berperan penting dalam menyukseskan proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Saat itu Setya Novanto masih menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI. Setya Novanto diduga terlibat saat proses penganggarannya di DPR.

Munculnya nama Setya Novanto terungkap dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum KPK di sidang perdana kasus e-KTP, kemarin, Kamis (9/3/2017).

Nama Setya Novanto muncul dan disebut jaksa KPK bersamaaan dengan nama pengusaha rekananan Kemendagri, Andi Andi Agustinus alias Andi Narogong disebut dalam dakwaan mendapat jatah 11 persen atau Rp 574,2 miliar dari total proyek e-KTP disepakati sebesar Rp 5,9 triliun.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono menegaskan, dakwaan jaksa ini harus dijadikan dasar untuk menonaktifkan Novanto dari jabatan ketua DPR RI.

"Udah enggak pantas secara etika sosial nya, sebaiknya Setnov (panggilan akrab Setya Novanto) non aktif dari ketua DPR seperti kasus 'Papa Minta Saham' Freeport," tegas Arief, Jumat (10/3/2017).

Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) kata Pouyono, harus segera memanggil Setnov beserta semua anggota yang disebutkan namanya dalam surat dakwaan untuk diadili secara etika. Hal ini demi menjaga marwah lembaga wakil rakyat.

Apalagi, lanjut Arief Pouyono, nama-nama anggota DPR yang ada dalam dakwaan masih banyak yang aktif dan berasal dari partai-partai berpengaruh.

"Jangan sampai nanti bukti-bukti percakapan dan bukti dokumen para anggota DPR yang ngerampok uang rakyat lewat proyek e-KTP ternyata benar dan ada. Ini akan membuat DPR menjadi lembaga tempat ngumpet tikus sawah (Koruptor)  dan mencoreng lembaga Wakil Rakyat yang terhormat," tandasnya.

Lebih lanjut Arief menjelaskan, panggilan MKD tidak harus menunggu putusan inkrah pengadilan. Seperti kasus Papa Minta Saham meski baru tahap berbicara, Novanto sudah bisa diadili dan dinonaktifkan dari jabatan ketua DPR ketika itu.

"Apalagi dakwaan di pengadilan, apalagi yang mendakwa KPK lembaga yang belum pernah salah dalam mendakwa para tikus tikus sawah di DPR," cetusnya.

Sekali lagi dia menekankan, Setnov harus dinonaktifkan karena punya pengaruh politik yang kuat untuk mengubah UU tentang KPK.

"Apalagi Laoly yang sekarang jadi Menkum HAM sangat bisa mereka mengusulkan revisi UU KPK atau menekan Joko Widodo untuk mengeluarkan Perppu untuk UU KPK agar bisa menghindar dari jeratan hukum KPK," pungkas Arief. ***