MEDAN - Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumatera Utara (Sumut) diminta menyosialisasikan Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 71/Permen-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan ikan dan Penempatan Alat Penangkap ikan karena membuat sebagian nelayan terjebak pelanggaran.

Hal itu terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi B DRPD Sumut dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Sumut, Dit Polair Poldasu dan Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) Medan.

Dalam rapat tersebut disebutkan, hasil pendataan DKP Sumut ada 11.800 alat tangkap yang tidak ramah lingkungan di wilayah Provinsi Sumut. Alat penangkap ikat tersebut yaitu pukat trawl (hela) dan pukat tarik yang masih banyak digunakan nelayan.

"Dalam Permen tersebut dilarang penggunaan pukat hela dan pukat tarik, yang operasinya di dasar laut. Setelah diterbitkan peraturan, tidak ada tenggang waktu penegakan hukum langsung berjalan. Keberadaan Permen ini mendapat dukungan dan penolakan," ujar Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Zonny Waldi.

Menurutnya, DKP Sumut tahun 2016 telah menganggarkan penggantian alat tangkap nelayan, namun tidak terlaksana karena kelompok nelayan tidak memiliki badan hukum atau tidak berbentuk koperasi. Karenanya anggaran yang telah disiapkan terpaksa dikembalikan.

"Kami sudah memberikan pelatihan untuk menggunakan alat tangkap ramah lingkungan dan mengarahkan nelayan untuk menggunakan alat tangkap tersebut. Juga diberikan edukasi pada masyarakat tentang penegakan hukum yang berlaku serta untuk bermitra dengan perbankan," tambahnya.

Selain terkait penggunaan alat tangkap, pelanggaran juga kata Zonny, terjadi di zona penangkapan ikan. Dalam Permen tersebut dijelaskan, dilarang menangkap ikan di jalur I meliputi perairan pantai sampai empat mil laut diukur dari permukaan air laut pada surut terendah.