SURABAYA - Usianya masih belia, 15 tahun. Tapi demi uang, NV nekat terjun di dunia hitam. Warga Surabaya, Jawa Timur, ini rela menjajakan tubuhnya kepada pria hidung belang dengan tarif Rp 160 ribu sekali main. ABG putus sekolah ini mengaku, sehari bisa melayani tujuh hingga 10 pria hidung belang.

"Saya baru empat hari (menggeluti dunia barunya)," aku NV di
Mapolrestabes Surabaya, Jumat (3/3).

NV juga mengaku, awalnya karena masalah ekonomi hingga menjual tubuhnya. Dia butuh uang untuk menebus motor kredit yang digadaikannya. Dia pun nekat menerima tawaran seorang muncikari di eks lokalisasi Moroseneng untuk melayani pria-pria kesepian.

Lokalisasi Moroseneng, merupakan salah satu tempat prostitusi di Surabaya yang pernah ditutup permanen Pemkot Surabaya pada 2014 silam. Namun, seperti halnya Dolly dan Jarak, bisnis prostitusi di Moroseneng masih menggeliat. Hanya saja, dilakukan sembunyi-sembunyi atau terselubung.

Di eks lokalisasi yang berada di Jalan Sememi, Surabaya inilah, NV menjajakan tubuhnya. Sayang, saat melayani Kadimin (34) di salah satu kamar wisma di Moroseneng, dia digrebek anggota Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Surabaya.

NV dan Kadimin pun dibawa ke Mapolrestabes Surabaya untuk dimintai keterangan. Sementara Kadimin, karena melakukan persetubuhan dengan anak di bawah umur, ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi.

"Pengakuan korban (NV), dia terpaksa menjajakan diri di lokalisasi Moroseneng karena kebutuhan ekonomi. Dia butuh uang untuk membayar tebusan sepeda motor yang digadaikannya," terang Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Shinto Silitonga.

Meski masih usia belia, lanjut dia, korban tergolong PSK baru yang laris-manis. "Dalam sehari, dia mampu melayani tujuh kali hubungan intim dengan lelaki hidung belang. Tarifnya sekali main Rp 160 ribu. Uang itu dibagi Rp 70 ribu untuk korban, sisanya untuk muncikarinya," ucap Shinto.

Sementara untuk muncikari yang menjual NV, polisi masih melakukan pengembangan. "Kita masih mengembangkannya. Kita juga sudah menetapkannya sebagai DPO (buron)," kata Shinto.

Sedangkan tersangka Kadimin, akan dijerat dengan Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002 dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara. (mdk)