MEDAN - Pemerintah Sumatera Utara melalui dinas kesehatan menggelontorkan anggaran sebesar Rp280 juta untuk penderita gizi buruk selama tahun 2016 lalu. Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat (Kabid Kesmas) Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumatera Utara, Ridesman melalui staf badian gizi buruk Ferdinan mengatakan, bantuan itu merupakan dana pendampingan tahap I tahun 2016 sampai bulan Juli sebanyak 465 kasus dan tahap II sampai Desember sebanyak 235 kasus.

Dengan kata lain, satu penderita gizi buruk, akan disubsidi dana pendamping sebesar Rp 400 ribu per anak di Sumatera Utara.

"Dengan pemberian dana itu per anak yang mengalami gizi buruk agar dapat digunakan sebagai biaya transport dan lainnya,” kata Ferdinan, Senin (20/2/2017) di ruangannya.

Selain itu, lanjutnya, dalam rangka merawat anak gizi buruk, Dinkes Sumut juga membentuk Tim Asuhan Gizi di puskesmas dan rumah sakit. Tim ini terdiri dari 1 dokter umum atau dokter spesialis anak, 1 ahli gizi dan 1 perawat. 

“Jadi, SDM-nya sudah siap. Tetapi kendalanya, walaupun sudah dilatih, banyak penderita gizi buruk dirujuk ke rumah sakit yang biasanya sudah ada penyakit penyertanya seperti paru paru bengkak, ISPA. Karena efek dari gizi buruk itu kalau dibiarkan dapat merusak sistem pencernaan, pernafasan,” ujarnya.

Menurutnya, gizi buruk bisa dicegah melalui surveilan gizi bila posyandu aktif dalam tiap satu bulan sekali melakukan pemantauan pertumbuhan atau dilakukan penimbangan balita.

“Deteksi tumbuh kembang bila dua kali ditimbang berat badan tidak naik maka anak harus di periksa di puskesmas. Yang terjadi, si ibu tidak membawa anaknya ke posyandu dengan berbagai sebab,” tukasnya.

Secara umum, Ferdinan mengatakan, ada 2 faktor penyebab gizi buruk pada anak dibawah lima tahun (Balita) yaitu faktor langsung dan tak langsung.

Faktor langsung yaitu adanya penyakit seperti Diare, Jantung bawaan atau adanya penyakit penyerta. Kedua, rendahnya konsumsi. “Faktor tidak langsung terjadinya gizi buruk dapat terjadi karena pola asuh orangtua, pengetahuan, sanitasi higiene yang rendah,” ujar Ferdinan.

Namun, lanjutnya, hasil penelitian UNICEF tahun 2001 menyebutkan akar masalah terjadinya gizi buruk dikarenakan kemiskinan. Karenanya, Dinas Kesehatan Sumut dan kabupaten/kota menanggulangi gizi buruk dengan program 1000 Hari Pertama Kelahiran (HPK), dalam rangka menurunkan stunting dan gizi buruk Balita. Selain itu, melakukan upaya promosi kesehatan dengan sasaran ibu hamil, dilakukan intervensi harus mendapat zat besi sebanyak 90 tablet. Ibu hamil juga mendapatkan pengganti makanan tambahan.

“Selama kehamilan wajib melakukan pemeriksaan empat kali. Saat bayi lahir, berikan ASI eksklusif usia nol sampai enam bulan. Usia enam bulan sampai dua tahun diberikan Makanan Pengganti ASI (MPASI), anak dipantau petumbuhannya di posyandu," jelasnya.