JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fahri Hamzah mengkritisi keputusan Polda Metro Jaya yang melarang aksi damai 11 Februari 2017 atau 112.

Menurut Fahri, polisi tidak perlu melarang masyarakat untuk menyampaikan pendapat. "Yang dilarang itu kalau anarki," kata Fahri di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (7/2).

Politikus PKS ini kecewa berat, karena menurut dia menyatakan pendapat baik lisan maupun tulisan serta dalam bentuk aksi seperti Aksi 112 ini, sah dan konstitusional. "Itu tidak bisa dilarang-larang," ujarnya.

Dia menegaskan, seharusnya rakyat diberikan kesempatan melakukan aksi karena tidak akan membuat rusuh.

Yang penting, kata Fahri, jangan sampai ada yang memprovokasi. Fahri menambahkan, kepolisian harus memperkuat intelijen supaya tidak ada provokator yang mengacaukan aksi damai.

"Intelnya diperkuat supaya jangan ada banyak provokator masuk, dan jangan bikin provokator," kata Fahri.

Fahri Hamzah kembali menegaskan, bahwa penyampaian aspirasi didepan umum adalah hak semua warga yang dijamin dan diperbolehkan oleh undang-undang. Untuk itu kata dia, siapapun tidak berhak melarang aksi-aksi publik dalam menyampaiakan aspirasi.

"Kenapa harus dilarang? Republik ini tak bisa lepas dari namanya politik. Yang dilarang adalah aksi anarkisme, kalau menyampaikan pendapat dan menyampaikan aspirasi itu hak semua warga negara yang dilindungi undang-undang," tegasnya.

"Toh mereka juga menggelar aksi jalan santai, zikir dan lainnya. Kenapa dilarang? Kecuali mereka membuat keonaran, membuat kegaduhan yang mengancam NKRI, barulah bisa ditindak. Selagi aksi tersebut dilakukan dengan damai, dengan tertib, ya biarkan saja," tukasnya.

Dirinya juga berharap, agar Pemerintah bersama aparat Kepolisian tidak berlebihan menanggapi aksi 112 tersebut. "Iya mereka kan mau berdoa, mendoakan agar bangsa ini utuh, harusnya pemerintah terimakasih, bukan malah melarang. Aparat Kepolisian hanya perlu menjaga agar aksi tersebut berlangsung damai, tak perlu ditanggapi secara berlebihan," ujarnya. ***