MEDAN - Status "Darurat Perlindungan Anak" yang disandang Provinsi Sumatera Utara (Sumut) sejak 2014 ternyata tidak membuat situasi perlindungan anak di 2015 dan 2016 menjadi lebih baik.

Jaringan Perlindungan Anak (JPA) Sumatera Utara mencatat, anak-anak yang berhadapan dengan hukum baik sebagai korban, pelaku dan saksi mencapai 331 anak.

Dibandingkan dengan laporan kasus pada 2015, mengalami peningkatan sekitar 33 persen. Kekerasan seksual terhadap anak masih mendominasi jenis kekerasan terhadap anak yaitu 52 persen, yaitu 69 kasus yang dialami anak perempuan dan 6 anak laki-laki.

Namun untuk kekerasan fisik, 31 anak laki-laki menjadi korbannya, sementara perempuan 12 anak. Sementara untuk anak menjadi pelaku, didominasi laki-laki sebanyak 67 orang.

"Kami sebagai warga Sumut perlu perhatian khusus dari pemerintah dan konsistensi perundang-undangan mengenai penyelenggaraan perlindungan anak. Diperlukan pengaturan tentang pencegahan dan penanganan anak dari kekerasan, eksploitasi, penelantaran di semua situasi kehidupan anak di Sumut," kata Direktur Eksekutif PKPA Misran Lubis, Senin (26/12/2016).

Menurut Misran, sangat penting ada regulasi dan program pemerintah provinsi, kabupaten dan kota yang didukung anggaran yang responsif hak anak. Juga kebijakan penguatan organisasi masyarakat sipil/lembaga sosial penggiat anak melalui sistem subsidi anggaran dari APBD dan pendampingan.

"Perlu pelibatan dan pemberdayaan sektor industri, bisnis dan swasta lainnya untuk mengambil bagian secara signifikan dalam melindungi anak-anak melalui skema kebijakan global Children Right and Bussines Principle," tegasnya.