MEDAN - Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Kadispenda) Sumut Sarmadan Hasibuan mengungkapkan jika Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB) Sumut, terindikasi tidak maksimal karena Pertamina Marketing Operation Regional (MOR) I Sumbagut tidak terbuka mengenai konsumsi BBM di Sumut. Sementara, konsumsi bahan bakar berpengaruh langsung pada penerimaan daerah dari sektor PBB-KB. Pertamina pun diminta terbuka terkait hal ini. Sayangnya, pihak Pertamina MOR I Sumbagut yang turut diundang dalam dialog, tidak hadir memberikan penjelasan.

Hal ini diungkapkan Sarmadan yang menjadi narasumber dialog dengan mengangkat tema "PBB-KB Ada Apa?." Dialog ini digagas oleh Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Sumut yang berlangsung Jumat (23/12/2016) di Medan.

Mantan Sekda Kabupaten Tapanuli Selatan menyebutkan, dari hasil studi banding mereka ke Pertamina MOR III di Jawa Barat, mereka menemukan fakta bahwa Pertamina MOR III membuka secara terperinci konsumsi bahan bakar baik untuk kendaraan dan industri di setiap kabupaten/kota di Jabar. "Kami telah meminta ke Pertamina, tapi Pertamina tak pernah memberikan, kita tidak tahu kenapa," sebut Sarmadan.

Jelas saja dalam penyusunan target Pendapatan Asli Daerah (PAD), sering terjadi inkonsistensi. Artinya, target yang dipasang kadang di bawah realisasi. "Yang sering kita terima alasan adalah bahwa penurunan karena ada fluktuasi harga yang dua kali terjadi pada 2016," bebernya.

Ia menjelaskan, hingga November 2016, realisasi PAD dari PBB-KB mencapai angka Rp 714.925.723.250. Jumlah ini adalah 94 persen dari target PAD Sumut. "Masyarakat sering bertanya karena jumlah kendaraan terus bertambah. Kita harapkan keterbukaan dari Pertamina agar kita bisa menjelaskan kepada masyarakat, dan kalau dapat, 'kan kita bisa menyusun bagaimana perencanaan penerimaan kita," jelasnya. Ia menambahkan, Dispenda Sumut sebelum ini telah menyurati Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), agar mendorong Pertamina terbuka karena PBB-KB adalah hak Sumut.

Pada kesempatan yang sama, pengamat anggaran, Sirajudin Gayo menjelaskan, PBB-KB adalah pajak merupakan hak. Alurnya, pajak dipungut oleh Pertamina lalu diserahkan ke Dispenda, dan itu menimbulkan kesan, besaran PBB-KB suka hati Pertamina.

Dikatakannya, pertumbuhan pajak daerah Sumut berada di bawah nasional. Begitu juga indeks fiskal Sumut yang berada di peringkat 27 dari 34 provinsi. "Artinya kemampuan daerah untuk membangun rendah. Salah satu faktornya adalah gara-gara belanja pegawai terlalu tinggi, tidak seimbang. Solusinya adalah meningkatkan PAD dan PBB-KB ini adalah hak Sumut," katanya.

Menurutnya, masyarakat bisa menggugat Pertamina menyangkut keterbukaan informasi publik. Apalagi, ia melihat terjadi penurunan realisasi PAD yang tidak wajar. Pengamat anggaran dari FITRA Sumut Rurita Ningrum menilai, perlu adanya inovasi dari stake holder terkait untuk mendongkrak PAD yang pada gilirannya akan digunakan untuk membiayai pembangunan.

Gubernur LIRA Sumut Febry Dalimunte mengatakan, bahwa dialog yang digagas LIRA tak lain sebagai upaya sumbangsih LIRA terhadap pembangunan Sumut. "Dialog-dialog seperti ini akan kita gelar secara berkala sebagai sumbangsih kita," katanya.

Pantauan di arena dialog, turut hadir dalam puluhan peserta dari berbagai latarbelakang mulai dari akademisi, aktivis, mahasiswa dan kelompok-kelompok masyarakat lainnya.