JAKARTA - Apa yang disampaikan oleh Kapolri soal fatwa MUI memang bukan sumber hukum di Indonesia, itu tidak salah menurut Anggota Komisi III DPR Fraksi PKS, Aboebakar Al-Habsyi.

Karena kata dia, aturan hukum di Indonesia dibuat berdasarkan TAP MPR No III Tahun 2000 dan UU No 12 Tahun 2011, didalamnya fatwa MUI bukan salah satu instrumen hukum. Jadi tidak bisa dijadikan rujukan dalam pembentukan hukum positif.

"Yang perlu difahami, fatwa MUI ada guide lines untuk ummat Islam. MUI memiliki tanggung jawab untuk membimbing ummatnya agar tidak salah dalam menerapkan ajaran agama," ujarnya, Selasa (20/12/2016) di Jakarta.

Oleh karenanya kata dia, untuk kalangan non muslim seharusnya menghormati ajaran agama Islam sebagaimana di fatwakan oleh MUI. "Toleransi bukan berarti harus melanggar fatwa MUI ataupun ajaran agama," paparnya.

Namun dia beranggapan, jika perusahaan memaksa karyawan memakai atribut natal, sejatinya tidaklah melanggar fatwa MUI, tetapi melanggar konstitusi. 

"Jika dalam Islam dikatakan haram memakai atribut natal, maka memaksakan karyawan menggunakan atribut natal adalah bentuk pelanggaran HAM. Ketika seorang muslim ingin mengikuti fatwa MUI, maka negara seharusnya memberikan perlindungan, karena ini adalah amanat konstitusi NKRI," paparnya lagi.

Hak untuk beragama katanya, merupakan Non-derogable rights, yaitu hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. "Hal ini diatur dalam Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Hak beragama seperti ini tidak dapat dikurangi "dalam keadaan apapun" termasuk keadaan perang, sengketa bersenjata, dan atau keadaan darurat. Ketentuan tersebut sebagaimana Penjelasan Pasal 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia," tegasnya.

"Bila dalam keadaan perang saja, hak beragama tidak dapat dikurangi apalagi hanya dalam perayaan natal. Saya kira masih banyak tekhnik marketing yang bisa digunakn oleh pengusaha tanpa merusak kebhinekaan," timpalnya.

Disinilah katanya, tugas aparat penegak hukum untuk menjaga tertib sosial, jangan sampai karena alasan perayaan hari keagamaan tertentu lantas memaksakan kehendaknya dan mengabaikan toleransi antar ummat beragama. 

"Yang paling penting, penegak hukum harus memahami benar isi konstitusi dan menjaganya dengan baik untuk kedaulatan dan keutuhan NKRI," pungkasnya. ***