JAKARTA - Kelemahan sekaligus tantangan utama dari semangat memberantas pungutan liar (Pungli) adalah konsistensi. Jika pemerintah tidak menetapkan target besar atau tolok ukur keberhasilan memerangi Pungli, Operasi Pemberantasan Pungli  (OPP) yang mulai dilakukan sekarang ini akan berakhir dengan kegagalan, sama seperti kegagalan  Operasi Tertib (1977-1981) yang kala itu popular dengan sebutan Opstib.

Hal itu diungkapkan Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo kepada awak media, Minggu (16/10/2016) di Jakarta.

"Dalam konteks menjaga konsistensi itulah Presiden Joko Widodo dan Menko Wiranto tentu perlu  belajar dari pengalaman atau sejarah pemberantasan Pungli pada dasawarsa 70-an. Untuk melaksanakan Undang-Undang (UU) No. 3/1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Presiden Soeharto menerbitkan Instruksi Presiden No. 9/1977 tentang Operasi Tertib (Opstib) periode 1977-1981," katanya.

Opstib pada era itu kata Bambang, juga fokus pada pemberantasan Pungli. Pelaksana tugas sehari-hari Opstib adalah Kaskopkamtib (Kepala Staf Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) yang ditunjuk oleh Pangkopkamtib (Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban).

"Sayang, karena Opstib tidak berkesinambungan, sulit untuk mengukur keberhasilannya.  Opstib juga belum terintegrasi dengan sub sistem lain. Fungsi inspektorat jenderal  pada semua departemen atau kementerian tidak dimaksimalkan," tukasnya.

Akibatnya kata Bamsoet, Opstib hanya menimbulkan efek jera sesaat pada era itu. Alih-alih berkurang , seiring perjalanan waktu, praktik Pungli justru semakin marak, bahkan terus berkembang hingga ke semua lini pelayanan publik. "Pengalaman dari Opstib pada dasawarsa 70-an inilah yang relevan untuk dijadikan kajian oleh pemerintahan sekarang ini," paparnya.

Mematok target besar atau tolok ukur keberhasilan OPP menjadi sangat penting, karena proses pencapaian target itu bisa menjaga konsistensi semangat dan pelaksanaan OPP. Bersamaan dengan upaya mencapai target itu, pemerintah juga dituntut segera memperbaiki sistem pelayanan publik dengan memanfaatkan teknologi terkini.

"Pelayanan publik pada tingkat pemerintah pusat maupun semua pemerintah daerah, termasuk institusi negara lainnya, harus mengadopsi faktor teknologi terkini sebagai pendukung guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik.  Perbaikan sistem pelayanan publik itu harus menutup celah atau ruang bagi terjadinya praktik Pungli," tandasnya.

Menindak atau menghukum oknum pelaku Pungli bagi Bamsoet, tidak cukup ampuh untuk menghilangkan praktik Pungli pada semua lini layanan publik. "Satu-satunya pilihan yang tersedia hanyalah perbaikan sistem dengan memanfaatkan teknologi terkini, yang meminimkan terjadinya kontak atau komunikasi langsung antara pejabat berwenang dengan warga yang butuh pelayanan," pungkasnya. ***