MEDAN - Yayasan Pusaka Indonesia (YPI) mendukung kenaikan harga rokok sebesar
Rp50. ribu per bungkus, yang kini menjadi topik pembahasan terhangat di kalangan masyarakat. Dengan demikian, hal ini dapat mengurangi jumlah perokok pemula. Koordinator Pengendalian Tembakau YPI, OK Syahputra Harianda mengatakan, Indonesia merupakan surga bagi perokok dan tergolong murah. Saking murahnya, di setiap tempat  rokok mudah ditemui, bahkan rokok gampang dibeli oleh anak-anak disembarangan tempat.

“Dengan  harga lebih mahal dan tidak sembarangan dibeli umum, anak-anak yang masih memiliki uang terbatas, tentunya akan berfikir untuk membeli dan akhirnya berhenti merokok. Di beberapa negara maju, harga rokok ini jauh lebih mahal sekitar Rp100 ribu per bungkus,” sebut OK, Rabu (24/8/2016).

Generasi muda Indonesia saat ini sudah terancam bahaya rokok. Selain dijual murah, pengusaha rokok diperbolehkan beriklan untuk menarik perokok pemula semuda mungkin dan dapat dijual eceran atau batangan. “Semakin murah rokok, semakin mematikan anak-anak bangsa,” ungkap OK Syahputra.

“Kita tahu semua bahaya merokok. Karena itu di semua label rokok, tertulis merokok bisa membunuhmu. Karena itu untuk mengurangi orang terbunuh karena rokok, maka lebih baik penjualan rokoknya dikurangi dengan menaikkan harganya," jelasnya

Salah satu bahaya dari rokok adalah pada banyaknya konsumen di usia muda. Oleh karenanya, salah satu cara untuk mengantisipasi itu dengan menaikkan cukai rokok.

Kenaikan cukai rokok ini dapat menurunkan jumlah perokok pemula terutama dari anak-anak yang masih sekolah. “Secara jelas dapat kita ketahui bahwa menurut Riskedas tahun 2013, jumlah perokok pemula mencapai 36,3 persen. Dengan kenaikan cukai rokok ini, anak-anak yang masih memiliki uang pas-pasan, akan berpikir untuk membelinya,” tegas OK Syahputra.

OK juga menilai, dengan kenaikan harga cukai ini tidak akan memengaruhi keuntungan industri rokok dan tembakau. Malahan, dengan kenaikan itu akan memberikan keuntungan dari segi pendapatan bagi pemerintah. Di lain pihak, masyarakat pun akan mengurangi atau menghentikan kebiasaan merokok.

Terkait data Global Youth Tobacco Survei (GYTS) tahun 2014. Dimana, prevalensi perokok usia 13-15 tahun di Indonesia mencapai 20,3 persen dan lebih dari 30 % anak di Indonesia merokok sebelum usia 10 tahun.

“Menurut data WHO, Indonesia  merupakan  negara  ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah Cina dan India. Peningkatan konsumsi rokok berdampak pada makin tingginya beban penyakit akibat rokok dan bertambahnya angka kematian akibat rokok,” tandasnya.