MEDAN - Pidato kenegaraan Presiden Jokowi di hadapan sidang Istimewa MPR, Selasa (16/8/2016) kemarin, masih jauh dari ekspektasi publik. Karena pidato Presiden Jokowi belum  menunjukkan kebijakan yang menyentuh kesejahteraan rakyat, hanya di tataran kordinasi lembaga negara dan apresiasi terhadap kinerja lembaga lain. Hal ini disampaikan Sekertaris Lembaga Advokasi Konsumen Indonesia (LAPK), Padian Adi Siregar berbicara kepada GoSumut, Rabu (17/8/2016) sore. "Publik menaruh harapan besar pada presiden untuk mengeluarkan kebijakan dan evaluasi kinerja kementerian yang secara langsung bersentuhan dengan rakyat," kata Padian.

Selain itu, pidato orang nomor satu di Indonesia itu juga tidak menyentuh kebijakan ekonomi, baik keterjangkauan harga komoditi pokok yang murah, ketersediaan pasokan di pasar dan sebagainya. Dan sektor ekonomi khususnya perdagangan belum menjadi prioritas presiden untuk dikaji dan dievaluasi pada tahun 2016.

"Carut marutnya kebijakan pemerintah di bidang perdagangan tahun ini seharusnya mendapat perhatian serius untuk disikapi presiden dalam pidato kenegaraan," keluhnya.

Padian juga menjelaskan, harga komoditi pokok yang tinggi, impor daging jeroan, lemahnya daya beli masyarakat menjadi persoalan yang kunjung tidak terselesaikan pemerintah harusnya presiden dengan berjiwa besar mengakui kegagalan di hadapan sidang MPR kemarin, bukan malah 'menutup mata' seolah rakyat sudah sejahtera.

"Patut disesalkan presiden hanya berbicara tentang pentingnya sinergisitas antar stakeholder bangsa dan penegakan hukum karena sesungguhnya masyarakat berharap presiden mempunyai sikap empati terhadap rakyat dengan memberi garansi kepada rakyat kebijakan ekonomi di paruh sisa tahun 2016 akan lebih baik. Bagaimana daya beli masyarakat semakin meningkat dan harga murah terjangkau," jelas Padian.