MEDAN - Pengamat sosial, Sohibul Anshor Siregar menilai, Kepolisian terlihat ingin membangun konstruksi hukum atas kerusuhan Tanjung Balai berdasarkan pendekatan pidana, tetapi juga tidak sepenuhnya. Padahal UU Nomor 7 Tahun 2012 dan PP Nomor 2 Tahun 2015 yang mengatur tentang penyelesaian konflik sosial. Pendekatan pidana atas kerusuhan Tanjungbalai mungkin akan menggunakan pasal-pasal penjarahan.

"Padahal menurut saya, penjarahan itu dalam kasus kerusuhan Tanjungbalai sama sekali tidak signifikan dan sifatnya hanya iseng belaka dalam keadaan togetherness situation (situasi larut dalam kejadian). Tak ada niat dari awal, apalagi rencana, untuk mengambil barang apa pun dari lokasi yang terbakar. Katakanlah itu sebuah asbak rokok, sapu, taplak meja berhias bordir bunga ros merah, atau yang lain-lain," tegas Sohibul pada GoSumut,  Rabu (3/8/2016).

Menurutnya,  ada ditemukannya fakta berdasarkan temuan di lapangan (misalnya tertangkap tangan atau penelusuran video yang dibuat oleh entah sesiapa).

"Tetapi kejadian-kejadian seperti itu tidak dapat dianggap menjadi sorotan utama dalam kasus ini. Apalagi menangkap anak di bawah umur. Ada yang wajib benar-benar diperhitungkan, yakni reaksi publik. Kita ingin penyelesaian konflik ini benar-benar tunbtas, sebagaimana dulu pernah terjadi tahun 1946 (revolusi sosial) dan tahun 1980-an (semasa kepemimpinan Gubsu EWP Tambunan).  

Ia menjelaskan, waktu itu belum ada UU penyelesaian konflik, namun EWP Tambunan memelopori perdamaian pertikaian antar etnis dengan pendekatan adat dan budaya. Tuntas hingga kini tak pernah terulang. Jika konsisten menggunakan pendekatan pidana, maka kita harus bertolak dari logika kausalitas.

Siapa yang memulai kerusuhan ini? Lagi pula, sikap dan perbuatannya melarang azan di masjid itu adalah bentuk perbuatan penghinaan atau permusuhan serius terhadap agama yang dijelaskan dalam pasal 156 jo 156 a KUH Pidana.

Tangkap dia sebelum menangkap yang lain. Kasusnya pun berbeda. Orang yang dituduh menjarah kasusnya pastilah tipiring (tindak pidana ringan) dan tak perlu ditahan. Sedangkan penghinaan atau permusuhan terhadap agama adalah kasus berat mencederai seluruh umat Islam dunia. Tidak ada asap jika api tidak ada.