JAKARTA - Prestasi pada SEA Games sudah tidak bisa lagi dijadikan ukuran standar keunggulan olahraga regional. Apalagi, pelaksanaan pesta olahraga dua tahunan negara-negara Asia Tenggara itu telah sarat dengan ego dan kepentingan tuan rumah untuk bisa menang. 

"SEA Games tidak bisa dijadikan ukuran atau standar keunggulan olahraga regional karena sarat dengan  ego dan kepentingan tuan rumah untuk menang," kata Ketua Satuan Pelaksanaan Program Indonesia Emas (Satlak Prima), Ahmad Soetipto di Jakarta, Minggu (17/7/2016). 

Pada SEA Games Council Meeting di Kuala Lumpur Malaysia 13-14 Juli 2016, Indonesia kecewa dengan keputusan yang menolak mempertandingkan cabang olahraga (cabor) unggulannya pada SEA Games Malaysia2017. 

Dari 13 cabor yang diusulkan hanya 3 cabor yang diterima. "Indonesia kehilangan peluang  24 keping emas akibat tidak dipertandingkannya sejumlah cabor yang menjadi lumbung medali bagi kontingen indonesia," katanya. 

Meski kecewa, kata Ahmad Sutjipto, Indonesia harus menyikapinya secara lebih rasional. "Satlak Prima tak akan menggerutu atau meratap tetapi akan menyesuaikan. Patokannya medali jauh lebih penting daripada keikutsertaan," katanya lagi.

  Untuk itu, kata mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), Satlak Prima menyarankan agar pemerintah Indonesia mengambil kebijakan dengan hanya mengirim kontingen yang betul betul siap untuk meraih medali pada SEA Games Malaysia 2017. 

"Tidak ada masalah jika jumlah kontingen Indonesia menjadi kecil dengan adanya kebijakan tersebut tetapi presentase atau winning rate akan tinggi. Akan lebih baik jika kita lebih fokus persiapan menghadapi tuan rumah Asian Games 2018," tegasnya.   

Dengan adanya kebijakan itu, Ahmad Sutjipto meminta cabor yang sama sekali tidak berpeluang meraih medali legowo. "Investasi prestasi kan lebih baik dialihkan ke cabor yang berpeluang," katanya. Kekecewaan juga dilontarkan Wakil Ketua Umum PB PODSI, Budiman. "Kita kecewa canoeing, rowing dan tradisional boat race tak dipertandingkan," ujarnya.

  Menurutnya,  SEA Games Federation harus melakukan revolusi dengan lebih mengutamakan cabor Olimpiade. "Kalau tidak ada revolusi, prestasi olahraga negara-negara anggota akan terpuruk terus, tidak akan bisa melewati negara negara Asia Timur atau ex Rusia plus India dalam Asian Games maupun Olympic Games," katanya. 

"Seharusnya mempertandingkan 28 cabang Olympic Games plus 6 cabang non Olympic Games yang ditentukan oleh tuan rumah sebagai previlage menjadi tuan rumah. Bukan semau-maunya," tambah Budiman. (***)