JAKARTA- Penetapan nama calon tunggal sebagai Kapolri oleh Presiden Joko Widodo dinilai sudah tepat dan tidak perlu diragukan lagi. Hal itu disampaikan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (2015-2019), KH Hazim Muzadi.

Mantan Ketua PBNU itu juga tidak ada lagi alasan bagi DPR untuk menolak pencalonan Komjen Tito.

Dengan penunjukan Tito kata Hasyim, maka Joko Widodo di masa kepresidenannya tidak perlu lagi memilih calon Kapolri karena masa pensiun Tito masih panjang. Tito masih berusia 51 tahun.

Selain itu, lanjut Hasyim, Tito adalah perwira tinggi Polri yang relatif tidak memiliki beban masa lalu berbekal kapasitas, kompetensi serta pengalaman tugas yang cukup.

"Stabilitas itu perlu peran penuh Polri. Apalagi, banyak potensi ancaman yang belum muncul di permukaan sehingga dibutuhkan kemampuan preferensi yang baik dan butuh kecerdasan tinggi dari pimpinan Polri. Itu yang ada pada sosok Tito Karnavian," ujar mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu kepada wartawan, Sabtu (18/6/2016) di Jakarta.

Hasyim berharap penilaiannya terhadap Tito bisa memberikan gambaran kepada anggota DPR yang akan melakukan uji kelayakan dan kepatutan atas Tito, yang kemungkinan dilakukan pekan depan. "Saya berharap DPR memuluskan pencalonan ini. Marilah melihat dari sisi profesionalisme dan prospektif ke depan. Jangan ego sektoral fraksi-fraksi," tutup Hasyim

Nama Tito dikabarkan tidak masuk dalam daftar calon Kapolri yang diusulkan Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti). Ternyata, Presiden Jokowi punya sikap dan penilaian sendiri.

Di luar nama yang diusulkan Wanjakti ke Kompolnas, ia memilih Tito yang merupakan lulusan terbaik Akademi Polisi tahun 1987 untuk menggantikan Jenderal Pol Badrodin Haiti yang segera pensiun.

Di samping segala prestasinya, nama Tito ternyata juga memiliki noda. Kalangan aktivis hak asasi manusia mempertanyakan kasus-kasus kekerasan terhadap sipil yang dilakukan Densus 88 di masa kepemimpinannya (2009-2010). Tito juga dianggap tidak transparan saat memimpin Densus. Nama Tito juga muncul dalam rekaman perbincangan skandal "Papa Minta Saham".

Ia disebut-sebut dalam percakapan Ketua DPR (saat itu) Setya Novanto, pengusaha minyak M. Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (saat itu) Maroef Sjamsoeddin. Dalam transkrip dan rekaman skandal Papa Minta Saham disebutkan bahwa penunjukan Tito sebagai Kapolda Metro Jaya (Juni 2015) atas permintaan langsung Presiden Jokowi karena "jasa-jasanya" kala menjadi Kapolda Papua (2012-2014). ***