JAKARTA- Penanganan perkara dana hibah Kadin Jatim harus dibawa ke koridor hukum. Para aparat penegak hukum diharapkan bersandar pada koridor hukum, bukan bermain opini.

Demikian kesimpulan dalam diskusi Editors Club yang digelar di Surabaya, Selasa (24/5/2016). Diskusi tersebut diikuti oleh sejumlah pimpinan media dan Tim Advokat Kadin Jatim.

"Mari jangan hanya bermain opini yang tidak esensi hukum. Kejaksaan Tinggi Jatim semestinya patuh pada putusan pengadilan, itu baru dikatakan jaksa patuh pada hukum. Mari biarkan hukum yang menang, bukan kekuasaan," ujar Tim Advokat Kadin Jatim Moh Maruf Syah.

Maruf menyatakan hal itu merujuk pada pernyataan Kejati Jatim yang selalu menyatakan akan terus menerbitkan surat perintah penyidikan dan penetapan tersangka terhadap Ketua Umum Kadin Jatim La Nyalla Mattalitti. Dalam sejumlah kesempatan, pihak Kejati Jatim menyatakan akan menerbitkan hingga 100 sprindik untuk La Nyalla meski sudah dipatahkan berkali-kali di sidang praperadilan. Bahkan, Kejati Jatim "menantang" setiap hakim di Pengadilan Negeri Surabaya untuk memimpin sidang praperadilan secara bergiliran.

"Pernyataan aparat penegak hukum itu kan sudah berada di luar koridor hukum. Opini dan emosi yang bermain. Padahal, sudah ada lima putusan pengadilan, termasuk praperadilan tanggal 23 Mei 2016 kemarin, yang pada intinya menyatakan La Nyalla tidak termasuk sebagai peserta dalam perkara dana hibah Kadin Jatim dan perkara ini juga tidak bisa disidik kembali," kata Maruf.

Maruf mengatakan, pernyataan kejaksaan bahwa penyidikan kembalo perkara ini adalah pengembangan juga merupakan penyesatan hukum. Istilah pengembangan adalah peristiwa yang sangat baru dan tidak pernah dimunculkan sebagai konteks dalam penyertaan sebagaimana diatur dalam Pasal 55 KUHP.

"Yang terjadi dalam perkara ini sama sekali bukan pengembangan. Semua yang disampaikan di pengadilan adalah bukti lama. Tiga putusan praperadilan sudah menjadi bukti bahwa langkah hukum Kejati Jatim keliru," tegasnya.

Tim Advokat Kadin Jatim lainnya, Amir Burhanuddin, menambahkan, dalam pembuatan dakwaan yang telah disidangkan di pengadilan tahun 2015, La Nyalla dinyatakan tidak termasuk sebagai penyertaan. Tidak bisa jika di kemudian hari dipaksa untuk bersalah.

"Dalam pembuatan dakwaan, Pak La Nyalla tidak termasuk sebagai penyertaan. Baru sekarang dipaksa masuk penyertaan. Ada apa ini? Kalau mau mengusut, kenapa tidak sejak dari dulu?" tanya Amir

Amir juga menyesalkan langkah Kejati Jatim yang melakukan penggilingan opini dengan menyatakan bahwa biarkan perkara ini dibuktikan di pengadilan tanpa perlu praperadilan.

"Praperadilan itu untuk menguji. Dan di praperadilan sudah dibuktikan bahwa barang (perkara) ini cacat. Bagaimana barang cacat bisa dibawa pengadilan? Apalagi dalam proses menuju ke pengadilan sudah pasti ada hak asasi tersangka yang dilanggar, apalagi kalau sampai ditahan saat menunggu proses pengadilan," papar Amir.

Untuk diketahui, perkara penggunaan dana hibah Kadin Jatim yang disangkakan kepada La Nyalla Mattalitti adalah perkara yang telah diputus pengadilan pada 18 Desember 2015 dengan dua terpidana dari jajaran pengurus Kadin Jatim, yaitu Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring. Perkara tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Namun, pada 2016, Kejati Jatim menerbitkan serangkaian Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) maupun penetapan La Nyalla sebagai tersangka. Sudah ada tiga putusan praperadilan yang membatalkan penerbitan sprindik tersebut, yaitu putusan pengadilan tanggal 7 Maret, 22 April, dan 23 Mei 2016. Namun, Kejati Jatim dalam berbagai pernyataannya tetap akan menerbitkan sprindik baru terhadap perkara yang sama. (rls)