SELATPANJANG - Keseriusan semua pihak dalam mengelola lahan gambut untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran lahan dan hutan (Karlahut) memang harus maksimal. Pasalnya saat ini ada 487 tali air (kanal besar dan parit, red) se Kabupaten Kepulauan Meranti berhubungan langsung dengan laut yang bisa menyebabkan lahan gambut dengan mudah mengering.

Kondisi lahan gambut yang mengkhawatirkan ini disampaikan Kadishutbun Kepulauan Maamun Murod MM MH, Senin (1/2/2016). Kata Murod, di Meranti 60 persen luasan wilayahnya merupakan lahan gambut, dan kondisinya mengkhawatirkan.

Sementara itu, hingga saat ini pula, tata kelola air dianggap belum maksimal. Ditambah ada sekitar 487 parit dan kanal yang mengarah atau berhubungan langsung ke laut, sehingga air dengan mudah turun ke laut lalu lahan gambut akan mudah mengering.

"Selama belum dilakukan tata kelola air dengan benar, penanganan masalah gambut di Meranti bisa dikatakan belum optimal," kata Murod.

Kata Murod juga, dari 487 aliran atau tali air yang langsung berhubungan dengan laut itu, baru ada sekitar 3 tali air yang dibenahi (sehingga air tidak terbuang begitu saja ke laut, red). Untuk itu, jika Pemerintah Pusat dan Provinsi serius ingin mengatasi masalah gambut itu, diharapkan terlebih dahulu membenahi tali air ini.

"Walau kecil (tali airnya, red), kalau sudah banyak, ya banyak juga air akan mengalir ke laut," ujar Murod juga.

Diakui Murod juga, kekeringan lahan gambut ini akan mudah terjadinya kebakaran lahan dan hutan (karlahut). Selain itu, aktivitas ilegal loging juga harus dihentikan agar perambah tidak dengan mudah masuk ke hutan lalu menghidupkan api.

"Upaya yang harus dilakukan ya bangun dulu bloking kanal. Kemudian aktivitas ilegal loging juga harus dihentikan. Pencegahan karlahut ini memang harus dari semua lini masyarakat," ujarnya.

"Nanti saya ingin mendudukkan masalah antisipasi karlahut, salah satunya dengan membuat pos di lokasi rawan kebakaran," tambahnya. ***