PEKANBARU - Dalam diskusi ''Konflik PPP dalam perspektif hukum dan politik'' di Gedung DPR RI, Pakar hukum tata negara (HTN) Irman Putra Sidin menegaskan jika putusan Mahkamah Agung (MA) yang menerima seluruh gugatan penggugat (PPP Djan Faridz), seharusnya Djan Faridz tak perlu lagi menunggu SK Kemenkumham untuk melakukan kegiatan partai politik. Sebab, kata Irman, SK Kemenkumham itu sifatnya hanya deklarasi, bukan memutus sah tidaknya suatu parpol, maka kerja-kerja politik tak perlu menunggu SK Kemenkumham.

''Muktamar yang sah adalah sesuai AD/ART PPP, dan Muktamar Jakarta pimpinan Djan Faridz yang sah dan itu terkonfirmasi dengan putusan MA. Sehingga bukan lagi pendapat akademik, melainkan kehakiman, yaitu MA dan berlaku secara hukum. Jadi, kasus PPP ini sudah selesai secara hukum,'' tegas Irman Purta Sidin, Rabu (27/1/2016), kepada GoRiau.com.

Namun, sekarang ini tinggal ditindaklanjuti oleh pemerintah. Sebenarnya ini karena dibawa ke atmosfir politik, makanya menjadi tumpang tindih antara kepentingan politik pemerintah dengan hukum itu sendiri.

Lanjutnya, pemerintah dalam hal ini Menkumham RI harus tunduk kepada hukum. ''Kalau intervensi pemerintah ini dibiarkan, maka akan hancur republik ini, karena sudah tidak menghormati negara hukum itu sendiri,'' ungkapnya.

Keputusan MA itu inkrah dan final serta kedudukannya lebih tinggi daripada Kemenkumham. Apabila tidak juga dilaksanakan oleh Menkumham, maka sebaiknya PPP mengusulkan revisi UU Parpol, bahwa tidak perlu lagi pengesahan parpol oleh Kemenkumham.

''Dulu harus mendapat legalitas dari Mendagri, lalu dipindah ke Kemenkumham, dan ternyata kedua-duanya bermain dengan intervensi memecah-belah parpol, bukti pemeirntah tidak netral,'' ujarnya.

Sekjen DPP PPP Achmad Dimyati Natakusumah mengakui jika dirinya sudah meminta agar Menkumham Yasonna Laoly untuk menindaklanjuti putusan MA tersebut, namun sampai hari ini belum juga dilakukan ***