MAULID memperigati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW pada 12 Rabiul Awal tahun Hijriah umumnya dilakukan umat Islam di Indonesia. Meski cara bermacam-macam, namun tidak lepas lantunan shalawat, seperti “Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad (Ya Allah, limpahkan kesejahteraan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad).

Setiap daerah pasti ada perbedaan bentuk peringati Maulid tersebut. Di Aceh secara khusus, peringatan Maulid yang disebut Molod itu diperingati dengan sangat bersahaja. Jauh hari sebelum datang 12 Rabiul Awal, masyarakat telah mempersiapkannya kebutuhan maulid sematang mungkin.

Karena di Aceh dilengkapi dengan kenduri untuk anak yatim, masyarakat akan mempersiapkan lauk sedemikian rupa. Biasanya, dipersiapkan ayam jantan atau bebek. Makanya antara satu bulan atau dua bulan sebelum maulid, jangan heran melihat mugee (pedagang keliling) berkeliaran di pemukiman penduduk. Mereka menjajakan ayam kampung dan bebek ukuran besar khusus maulid.

Lalu persiapan lain, oleh pemuda mempersiapkan grub zikir yang disebut dalam bahasa Aceh dikee. Grub zikir ini umumnya dilakukan oleh para santri, baik dari pasantren salafi, modern atau majlis taklim. Grub zikir pembaca shalawat atau barzanji ini telah berlatih irama, bacaan, lenggok dan seni lainnya, antara satu atau dua bulan sebelum maulid.

Begitu juga, dai penceramah sesudah peringatan maulid disiapkan jauh hari sebelum hari H. Untuk dai kondang biasanya tidak cukup waktu satu atau dua bulan untuk membuat kesepakatan jadwal. Bisa mencapai lima bulan atau lebih. Bilapun dai tidak punya waktu pada 12 Rabiul Awal, kadang akan diundurkan.

Karena maulid di Aceh diperingati dalam waktu tiga bulan, mulai Rabiul Awal (molod), Rabiul Akhir (adoe molod) dan Jumadil Awal (molod keuneulheuh). Pergeseran waktu ini kadang kala juga disesuaikan dengan kondisi ekonomi masyarakat. Umumnya disesuaikan dengan waktu panen.

Nah, tibanya hari H, dimana peringatan maulid itu berlangsung. Acara umumnya dilakukan di meunasah (surau) atau masjid. Mulai matahari terbit, kita akan mendengarkan merdunya lantutan shalawat pujian kepada Nabi Muhammad melalui kitab Barzanji oleh grub zikir yang dilakoni kalangan remaja.

Kemeriahan ini berlangsung biasanya sampai siang hari. Sebagian tempat memulainya dari siang hari sampai sore hari. Bahkan bisa dari pagi sampai sore. Grub zikir shalawat terlatih ini umumnya memperagakan lenggokan badan atau kepala penuh seni ketika membaca Barzanji. Mereka memiliki suara emas nan merdu yang merinding bulu roma. Sementara para tamu undangan sebelum makan kenduri maulid, akan dihidangkan dengan bu lukat (nasi ketan).

Seiring waktu zikir itu berjalan, masyarakat mulai memindahkan aneka makanan yang telah disiapkan satu hari sebelumnya dari rumah ke surau. Secara adat Aceh, aneka makanan dimasukkan ke dalamdalong (dulang). Di dalamnya terdapat nasi yang dinamai bu kulah. Berupa nasi putih dibungkus dengan daun pisang yang telah diasapi, sehingga aromanya khas.

Kemudian ada bu minyeuk (nasi minyak), yakni nasi dimasak dengan bumbu yang diracik dari rempah-rempah, dibungkus sama halnya nasi putih. Di Aceh Utara dan Lhokseumawe, lauknya utama adalah ayam kampung dengan berbagai masakan khas Aceh. Kemudian menu pelengkap udang windu, kuah asam keu’ueng, keumamah, buah-buahan dan lainnya.

Lalu saat makan, santapan dilakukan secara bersama-sama oleh warga setempat. Kadang, bila desa tetangga belum melakukan kenduri maulid, maka ikut diundang. Santapan ini juga melibatkan anak-anak, khususnya anak yatim piatu termasuk dari desa tetangga. Ditambah lagi penyantunan untuk anak yatim.

Hal ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat pedesaan, di perkotaan juga. Termasuk kalangan ekonomi berkelas melakukan di rumahnya, dan kalangan pemerintah daerah dengan khusus melakukan secara akbar dan mengundang anak yatim dan fakir miskin.

Setelah maulid, acara terakhir adalah dakwah islamiah, umumnya dilakukan pada malam hari dengan mengundang dai kondang baik berasal dari Aceh itu sendiri atau luar Aceh, bahkan dari Pulau Jawa. Dakwah ini barang pasti isinya tidak luput dari esensi peringatan maulid itu sendiri. Terutama teladan Rasulullah semasa hidupnya. (Mustafa Kamal)