JAKARTA - Laju pergeseran sesar (patahan) Sumatera meningkat dari 6 mm per tahun menjadi 10 mm per tahun. Hal ini menyebabkan potensi produksi gempa di Sumatera menjadi lebih besar. Dikutip dari republika.co.id, informasi tersebut diungkapka peneliti dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Murdik R Daryono. Murdik menjelaskan, laju pergeseran sesar dapat menyebabkan peristiwa gempa, diantaranya ketika sesar menumbuk daratan.

''Update terbaru mengenai 'slip rate' (laju pergeseran) sesar Sumatra yang dulunya segmen paling selatan itu kita bilangnya 6 mm per tahun kita sudah update jadi 10 mm per tahun, konsekuensinya dengan produksi gempa jauh lebih besar juga macam-macam,'' katanya dalam diskusi di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (23/8/2019).

Dia mengatakan, penelitian lebih lanjut untuk perbaruan data laju pergeseran sesar Sumatera dan sejarah kegempaaan harus terus dilakukan guna melihat potensi kebencanaan ke depan.

''Kita menunggu lima tahun ke depan harus 'update' lagi mungkin ada penemuan hasil riset di laut jauh lebih rinci. Hasil studi tsunami terbaru yang sudah melewati proses review akademis yang baik sehingga bisa memberikan ke masyarakat yang lebih presisi,'' tuturnya.

Dia menuturkan pemerintah Indonesia terus memperkuat ketahanan dan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi potensi bencana. Berbagai upaya untuk membangun masyarakat tangguh bencana melalui edukasi dan sosialisasi harus terus dilakukan.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah melaksanakan program Ekspedisi Desa Tangguh Bencana (Destana) Tsunami 2019 dengan bekerja sama dengan banyak pihak, baik dari unsur pemerintah, masyarakat, lembaga usaha, akademisi, serta media massa.

Ekspedisi Destana Tsunami 2019 dilaksanakan sejak 12 Juli 2019 sampai 17 Agustus 2019. Dimulai dari Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, tim Ekspedisi Destana 2019 beranjak ke barat melalui jalur darat hingga pemberhentian terakhir di Kabupaten Serang, Banten.***