PURBALINGGA Pemerintah menetapkan 1 Syawal 1439 H jatuh pada Jumat (15/6/2018), namun komunitas penganut Islam Aboge (Alif, Rebo, Wage) yang tersebar di sejumlah wilayah eks Karisidenan Banyumas yakni Banyumas, Purbalingga, dan Cilacap baru melaksanakan shalat Idul Fitri 1439 pada Sabtu (16/6).

Dikutip dari merdeka.com, perayaan lebaran Islam Aboge, baik di masyarakat adat Banakeling Banyumas, warga Cikakak Banyumas jamaah Masjid Saka Tunggal, dan warga Onje di sekitaran Masjid Sayyid Kuning Purbalingga memang kerap berbeda dibanding ketetapan pemerintah.

Komunitas Aboge memiliki perhitungan waktu sendiri berdasar kalender Jawa Alif, Rebo, Wage.

Ketua Komunitas Adat Banakeling, Sumitro mengatakan tahun 2018 merupakan tahun dal. Menurutnya perbedaan selisih waktu sehari, hanya ada di perhitungan waktu. Jika pemerintah melakukan penentuan berdasar perhitungan jatuhnya hilal, maka kalender Aboge melakukan perhitungan hari pasaran Jawa.

''Lebaran hari Sabtu pahing. Tahun ini Dal Sabtu manis, tanggal 1 bulan Sura. Puasanya kemarin bersamaan hari kamis, bila pemerintah 29 hari, kami puasa 30 hari,'' kata Sumitro.

Di masyarakat Adat Banakeling, lebaran dirayakan sebagaimana umumnya umat muslim yakni saling bersilaturahmi. Hanya saja, mereka punya tradisi ziarah bersama ke Makam Banakeling di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas yang dianggap sebagai penyebar Islam di wilayah tersebut.

Selain itu mereka juga menggelar selametan yakni babaran dengan berkumpul bersama di Balai Desa Pekuncen dan makan bersama.

Sedang di Purbalingga, Masjid Sayyid Kuning di Desa Onje, Kecamatan Mrebet, menggelar salat idul fitri dua kali yakni pada Jumat (15/6) dan Sabtu (16/6). Pada Sabtu, masjid yang punya sejarah panjang terkait syiar Islam di Purbalingga, menggelar shalat Idul Fitri sesuai perhitungan hari komunitas Islam Aboge setempat.

Menurut sesepuh Islam Aboge di Onje, Kyai Maksudi, penanggalan Aboge sudah sejak lama jadi pedoman untuk menentukan hari besar agama sebagaimana diajarkan oleh Raden Sayyid Kuning. Adanya hasil perhitungan yang berbeda, menurutnya tak perlu dipertentangkan. Tapi dimaknai untuk memperkukuh sikap toleransi.

''Perbedaan ini jangan dipertentangkan dan diperuncing jadi konflik. Perbedaan waktu bukan hal baru,'' ujarnya.

Begitu pula juru kunci Masjid Saka Tunggal bagian Lebak (bawah), Sulam (48) mengatakan sebagian masyarakat Cikakak, Kecamatan Wangon juga merayakan Idul Fitri pada Sabtu (16/6).

Usai shalat berjamaah, mereka punya tradisi kenduri bersama. Selain itu, setiap warga saling bersalaman dan bermaafan sembari melantunkan salawat berlanggam Jawa.***