PEKANBARU - Dua orang akhirnya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi transmisi pipa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Kabupaten Indragiri Hilir yang merugikan negara Rp 1 miliar dari R[p3,4 miliar nilai proyek. Penetapan tersangka dilakukan oleh Direktorat Kriminal Khusus Polda Riau. "Penyidik menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi transmisi PDAM Indragiri Hilir. Keduanya berinisial EM dan Sb," ujar Kabid Humas Polda Riau Kombes Guntur Aryo Tejo Jumat (23/2/2018).

Dalam perkara tersebut, tersangka EM merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK). Sedangkan Sb merupakan kontraktor yang mengerjakan proyek tersebut. Awalnya mereka berdua diperiksa sebagai saksi, namun setelah polisi mendapatkan bukti cukup, status mereka naik menjadi tersangka.

"Dalam waktu dekat penyidik akan memanggil keduanya untuk diperiksa sebagai tersangka. Pemeriksaan itu untuk melengkapi berkas penyidikan," kata Guntur.

Jika nantinya berkas perkara kedua tersangka dirasa sudah cukup, polisi akan melimpahkannya ke Kejaksaan Tinggi Riau untuk meminta petunjuk dari jaksa.

Dalam penyidikan kasus ini, polisi tak berhenti terhadap dua tersangka saja. Polisi akan mencari bukti dan unsur adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus tersebut.

"Penyidik masih akan terus melakukan pengembangan dalam perkara tersebut. Karena tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru," terang Guntur.

Sejauh ini, polisi telah memeriksa 15 orang saksi. Mereka berasal dari berbagai kalangan. Seperti pejabat Dinas Pekerjaan Umum Pemkab Indragiri Hilir, hingga kontraktor dan pekerja proyek.

"Ada orang dari pengadaan proyek, kontraktor, pekerja hingga pejabat Dinas (Pekerjaan Umum)," katanya.

Pengungkapan kasus dugaan korupsi ini berawal dari laporan Lembaga Swadaya Masyarakat. Proyek milik Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau tahun 2013 ini, menghabiskan dana sebesar Rp 3.415.618.000. Polisi menemukan adanya pengerjaan proyek tidak sesuai spesifikasi.

"Proyek tersebut diduga merugikan negara hingga Rp1 miliar lebih," jelas Guntur.

Dalam kontrak pada Rencana Anggaran Belanja tertera pekerjaan galian tanah untuk menanam pipa HD PE DLN 500 MM PN 10. Sementara pada lokasi pekerjaan pemasangan pipa, tidak ditemukan galian sama sekali, bahkan pipa dipasang di atas tanah.

Selain itu, pada item pekerjaan timbunan bekas galian, juga dipastikan tidak ada pekerjaan timbunan kembali, karena galian tidak pernah ada.

Pekerjaan tersebut dimulai 20 Juni 2013 sampai dengan 16 November 2013, sementara pada akhir Januari 2014 pekerjaan belum selesai. Seharusnya, kontraktor pelaksana PT Panotari Raja diberlakukan denda keterlambatan, pemutusan kontrak, dan pencairan jaminan pelaksanaan.

Namun pihak Dinas PU Riau disebut tidak melakukan hal tersebut. Selain itu, Dinas PU Riau juga diduga merekayasa serah terima pertama pekerjaan atau Provisional Hand Over sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Serah Terima Pertama Pekerjaan/PHO Nomor: 0/BA.ST-I/FSK.PIPA.TBH.XII/2013 tanggal 13 Desember 2013.

Akibat dari tidak dilakukannya pekerjaan galian tanah, tidak dilakukannya penimbunan kembali galian tanah atau pekerjaan tidak dilaksanakan namun pekerjaan tetap dibayar, total potensi kerugian negara ditaksir mencapai Rp 1.041.561.800. ***