Didirikan Mei 2013 oleh Benny Prawira dan sejumlah teman dari jurusan psikologi di berbagai kampus berbeda, Into The Light kini berkembang semakin besar. Secara umum, komunitas ini adalah wadah untuk berbagi keluh kesah orang-orang dengan depresi atau mental illness lainnya. Bila diperlukan, Into The Light akan membantu merekomendasikan tenaga profesional untuk mereka yang membutuhkan.

Dilansir daridetikHealth baru-baru ini, Benny mengisahkan awal mula terbentuknya komunitas ini. Pria lulusan Universitas Bunda Mulia ini setiap minggu selalu mendengar berita kasus bunuh diri. "Lalu kami berasa, kok hal ini kurang banyak diperhatikan dan diatasi bersama," kisahnya.

Akhirnya, ia dan teman-temannya pun menggagas acara mengenai masalah tersebut. Tanpa disangka, kegiatan tersebut mendapat respons cukup baik bahkan ada beberapa orang yang menghubungi mereka.

"Kami juga bingung, harus ngapain nih? Akhirnya kami memutuskan kepanitiaan ini kita lanjutkan sebagai komunitas," ujarnya.

Komunitas itulah yang kini dikenal dengan nama Into The Light. Komunitas ini dituturkan Benny dijalankan dengan seprofesional mungkin dengan menggunakan basis ilmiah dan hak asasi manusia.

Maksudnya, dalam segala aktivitas menyangkut pendekatan hingga penyelesaian masalah tetap memperhatikan pengetahuan yang efektif dan cocok untuk diterapkan di budaya orang Indonesia.

Selain isu yang marak di televisi, secara personal sebenarnya Benny mengaku juga memiliki alasan khusus untuk membangun komunitas tersebut. Ia mengaku pernah beberapa kali berhadapan dengan teman-temannya mengaku ingin bunuh diri.

"Tahun 2012 saya masih punya stigma 'ah drama lo' kalo ada yang mau bilang bunuh diri, sekarang pemikiran saya udah beda," tutur pria yang sedang melanjutkan S2 di bidang yang sama tersebut.

Into The Light saat ini memiliki 20 sukarelawan untuk kegiatan penyuluhan serta membantu orang-orang yang berpikir untuk melakukan upaya bunuh diri dengan konsultasi.