JAKARTA - Indonesia memiliki banyak sentra kentang di sejumlah daerah, seperti di kawasan Dataran Tinggi berhawa sejuk. Namun demikian, kondisi tersebut bukan jaminan negara ini bebas dari ketergantungan impor kentang.

Salah satu kendala rendahnya produktivitas petani kentang lokal yakni ketersediaan bibit. Di Dieng salah satunya, para petani di lereng Gunung Sindoro-Sumbing ini seringkali dihadapkan pada kesulitan mendapatkan bibit kentang, kalau pun ada bahkan terkadang harga bibit terbilang tinggi.

Mudhofi, Ketua Kelompok Tani Alfaruq Desa Patak Banteng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, mengungkapkan para petani di Dieng rata-rata harus mendatangkan benih kentang dari luar daerah.

"Sulit bibit, cari bibit yang bagus susah, jadinya penanaman agak susah, kalau bibit kurang (baik), hasilnya kurang memuaskan, kentangnya (produksi) turun. Kalau sekarang dari (bibit) setengah ton dapatnya cuma 3 ton, granola jenisnya," kata dia kepada detikFinance, Rabu (28/12/2016).

Menurut Mudhofi, lantaran terbatasnya benih kentang di kawasan Dieng, para petani terpaksa membelinya dari Bandung, Jawa Barat.

"Dari Jawa Barat, biasanya dari Bandung. Ada juga penangkaran di sini tapi tidak mencukupi," jelas Mudhofi yang memiliki lahan kentang seluas satu hektar tersebut.

Petani Dieng lainnya, Solikhin, mengungkapkan hal yang sama. Selain sulitnya mengakses bibit, petani juga seringkali harus membeli bibit kentang dengan harga yang terbilang mahal.

"Harga bibit granola sampai Rp 25.000/kg, mahal itu, pas normal murah bibit yang dijual ke petani langsung Rp 10.000-15.000/kg, itu bibit sudah bagus. Langsung bisa produksi (ditanam), pembibitan sebenarnya dari petani langsung dijual ke saya sudah ada yang bisa, tapi ya sedikit," ucap Solikhin.

Seperti diketahui, kawasan Dieng merupakan salah satu sentra kentang terbesar di Indonesia. Dataran Tinggi melingkupi beberapa kabupaten di Jawa Tengah antara lain Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Pekalongan, dan Kabupaten Batang.