JAKARTA - Peristiwa penyanderaan dan penculikan terhadap warga negara Indonesia mendapatkan perhatian publik sepanjang tahun 2016. Tercatat, 7 kali Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia disandera.

Pelaku penyanderaan adalah kelompok yang sama, yaitu kelompok bersenjata Abu Sayyaf yang bermarkas di Filipina.

1. penculikan 10 ABK Tugboat Brahma 12

Sebanyak 10 ABK Tugboat Brahma 12 dibajak dan disandera sejak Sabtu (26/3/2016) oleh kelompok Abu Sayyaf faksi Al Habsyi Mesaya di perairan antara Sabah dan Kepulauan Sulu sekitar pukul 15.20 waktu setempat.

Para ABK itu berasal dari berbagai daerah seperti Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa Tengah, dan Jakarta. Kapal mereka menarik kapal tongkang Anand 12 dengan muatan 7.500 ton batu bara milik perusahaan tambang dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Bila dinominalkan, batubara tersebut dinilai seharga 300.000 dollar AS atau setara dengan Rp 3,9 miliar. Kabar pembajakan kapal datang dari salah satu ABK, Alvian Elvis Repi kepada istrinya, Yola Lasut, pada Minggu (27/3/2016).

Pihak penyandera meminta tebusan 50 juta Peso atau sekitar Rp 14,3 miliar. Selama disandera, Kapten kapal Brahma 12, Julian Phillip mengaku sering diancam akan diiris lehernya. Pada Minggu (1/5/2016), 10 ABK berhasil dibebaskan dengan bantuan dari pemerintah dan masyarakat Filipina. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyerahkan 10 ABK itu kepada pihak keluarga pada 2 Mei 2016.

Sepuluh WNI yang disandera itu adalah:

  1. Peter Tonsen Barahama asal Kelurahan Bukit Tempayan, Kecamatan Batu Aji, Batam
  2. Julian Philip, warga Kelurahan Sasaran, Kecamatan Tondang Utara, Kabupaten Minahasa
  3. Alvian Elvis Peti dari Kelurahan Kebon Bawang, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara
  4. Mahmud, warga Kelurahan Telaga Biru, Banjarmasin, Kalimantan Selatan
  5. Surian Syah asal Kelurahan Watubangga, Kecamatan Baruga, Kabupaten Kendari, Sulawesi Tenggara
  6. Surianto, warga Gilireng, Wajo, Sulawesi Selatan
  7. Wawan Saputra, warga Kelurahan Puncak Indah, Kecamatan Malili, Kota Palopo
  8. Bayu Oktavianto, warga Kelurahan Miliran Mendak, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten, Jawa   Tengah
  9. Rinaldi, warga Makassar, Sulawesi Selatan
  10. Wendi Raknadian asal Kelurahan Pasar Ambacang, Padang, Sumatera Barat
2. penculikan empat ABK

Belum lagi 10 ABK sandera yang berhasil dibebaskan kembali ke Tanah Air, penculikan kembali terjadi.
Empat ABK kapal tunda Henry diculik oleh kelompok Abu Sayyaf saat berlayar menarik tongkang Christy kembali ke Tarakan, Kalimantan Utara, dari Cebu, Filipina.

Mereka adalah M Ariyanto Misnan (22/nakhoda), Loren Marinus Petrus Rumawi, Dede Irfan Hilmi (25), dan Samsir (35). Pembajakan terjadi di perairan timur bagian Sabah, Malaysia, Jumat (15/4/2016) sekitar pukul 18.31. Loren sempat bercerita, saat ditawan, empat ABK hanya diberikan makan sekali dalam dua hari. Makanan itu terdiri dari nasi dan kelapa kering.

Intimidasi juga terjadi. Setiap hari para penyandera mempertontonkan video penggorokan leher kepada para ABK. Pada Jumat (13/5/2016), keempat ABK kembali ke Tanah Air. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menekankan pemerintah tidak mengeluarkan sepeser uang pun dalam upaya pembebasan tersebut.

Keberhasilan pembebasan merupakan kerja sama dari banyak pihak, terutama Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Filipina. Menurut Ryamizard, Mayor Jenderal TNI (Purn) Kivlan Zen berperan dalam proses pembebasan empat ABK. Kivlan disebut berperan dalam proses negosiasi.

3. Penyanderaan ABK Charles 001 dan Kapal Tongkang Robby 152

Sebanyak tujuh orang ABK kapal tunda Charles 001 dan kapal tongkang Robby 152 milik PT PP Rusianto Bersaudara disandera kelompok Abu Sayyaf saat berlayar antara Pulau Sulu dan Pulau Basilian pada Senin (20/6/2016).

Kapal itu melanggar larangan berlayar ke Filipina. Padahal, jalur aman yang disarankan adalah melalui selat antara Zamboanga dan Pulau Basilan. Salah seorang korban, juru mudi kapal bernama Ismail diperintahkan menghubungi keluarganya. Ismail lalu menghubungi istrinya Dian Megawati pada Rabu (22/6/2016) pada pukul 11.00 WITA. Kepada Dian, Ismail meminta dicarikan wartawan, kepolisian, dan pihak perusahaan. Ia juga meminta disiapkan uang tebusan sebesar 20 juta ringgit sebagai syarat pembebasan ketujuh ABK asal Samarinda.

Setelah berkomunikasi dengan berbagai pihak, Menlu Retno mendapatkan konfirmasi penculikan pada Kamis (23/6/2016). Penyanderaan terbagi menjadi dua tahap, sekitar pukul 11.30 dan 12.45 waktu setempat oleh dua kelompok bersenjata yang berbeda. Saat penyanderaan, kapal membawa 13 orang ABK. Sebanyak 7 orang ditahan dan sisanya dibebaskan.

Pada awalnya, aksi pertama dilakukan pukul 11.30 dengan empat pria bersenjata menculik tiga WNI, Kapten Fery Arifin (nahkoda), Muhammad Mahbrur Dahri (KKM), dan Edy Suryono (masinis II), dan kapal dibiarkan pergi.

Satu jam berselang, sepuluh orang bersenjata mengejar tugboat dengan tiga perahu speed dan membawa 4 ABK lainnya, Ismail Tiro (mualim I), Robin Piter (juru mudi), Muhammad Natsir (masinis III), dan Muhammad Sofyan (oilman).

Pemerintah memutuskan kembali menghidupkan Crisis Center. Berbagai upaya pembebasan dilakukan. Tiga Menteri Pertahanan, Indonesia, Malaysia, dan Filipina melakukan pertemuan trilateral di Kuala Lumpur pada Selasa (12/7/2016).

Pertemuan itu membahas pembebasan sandera dan merumuskan detail patroli tiga negara di perairan yang dinilai rawan pembajakan. Selain itu, Presiden Joko Widodo menelepon dan menyurati Presiden Filipina Rodrigo Duterte.

Kelompok Al Habsyi Misaya sempat mengancam akan membunuh empat ABK kapal tunda Charles jika tuntutan yang tebusan tidak dipenuhi.  Lima orang perwakilan keluarga sandera dari Samarinda sempat mendatangi Kementerian Luar Negeri untuk meminta kejelasan informasi ABK Charles 001.

Dalam pertemuan itu, sempat terjadi komunikasi dengan sandera dan dinyatakan dalam keadaan baik.
Pemerintah juga memastikan PT Rudiantara Bersaudara membayar sejumlah kompensasi bantuan keuangan kepada keluarga.

Dua ABK, Ismail Tiro dan Muhammad Sofyan berhasil meloloskan diri penyanderaan Abu Sayyaf pada, Rabu (17/8/2016). Mereka dinyatakan sehat setelah melakukan tes kesehatan di KBRI Manila dan tiba di Tanah Air pada Jumat (26/8/2016) malam.

Setelah beberapa bulan, Ferry Arifin, M Mahbrur Dahri, dan Edi Suryono bebas pada Sabtu (1/10/2016) malam. Kemudian, setelah enam bulan menanti, Muhammad Nasir dan Muhammad Robin Piter dibebaskan oleh milisi Alhabsyi di Filipina Selatan pada Senin (12/12/2016). Dengan demikian, semua sandera kapal Charles telah berhasil bertemu dengan keluarganya.

4. Tiga ABK Pukat Tunda disandera

Pada 9 Juli 2016, tiga ABK pukat tunda LD/114/5S milik China Tong Lim berbendera Malaysia, disandera kelompok Abu Sayyaf ketika melewati perairan kawasan Felda Sahabat, Tungku, Lahad Datu Sabah, Negara Bagian Malaysia.

Mereka adalah Lorense Koten (34) yang bertindak sebagai juragan kapal, Emanuel (40) dan Teodorus Kopong sebagai ABK.

Awalnya, tujuh orang diculik, namun empat lainnya dibebaskan karena beralasan tidak memiliki paspor.
Penyandera meminta tebusan sebesar 200 juta peso atau sekitar Rp 55,5 miliar.

Permintaan tersebut disampaikan penyandera kepada pemilik kapal. Pada tanggal 12-14 Juli 2016, terjadi pertemuan antara delegasi Filipina yang dipimpin oleh Asisten Operasi Angkatan Bersenjata Filipina dengan Asisten Operasi Panglima TNI di Hotel Parklane, Jakarta.

Pertemuan itu merupakan tindak lanjut dari pertemuan pada 27 Juni yang membahas pencegahan perompakan dan penyanderaan.

Beberapa tindakan disepakati, di antaranya, akan mengikutsertakan Western Mindanao Command Angkatan Bersenjata Filipina dan Komandan Lantamal XIII/Tarakan ke dalam kegiatan Komite perbatasan RI-RPBC.

Untuk membahas standar operasional, Menhan Ryamizard bertemu dengan Menhan Malaysia dan Filipina di Kuala Lumpur pada Kamis (21/7/2016).

Namun pertemuan itu batal lantaran Menhan Filipina tidak dapat hadir. Pemerintah melakukan diplomasi dengan mengirimkan satu negosiator untuk bertemu dengan pendiri Moro National Liberation Front, Nur Misuari.

Luhut Binsar Pandjaitan, yang saat itu menjabat Menko Polhuka, mengatakan, pemerintah mengandalkan Nur sebagai penghubung komunikasi ke kelompok Abu Sayyaf. Lorens, Teodorus, dan Emmanuel berhasil bebas pada Minggu (18/9/2016) bersama satu WN Norwegia.

Menhan Ryamizard mengatakan keberhasilan pembebasan atas upaya tentara Filipina dan FNP Moro. Ia menegaskan pemerintah tidak mengeluarkan uang sepeser pun.


5. Satu WNI diculik di Kinabatangan

Seorang WNI, Herman bin Manggak, diculik di wilayah Kinabatangan, Sabah, Malaysia pada Rabu (3/8/2016) pukul 16.00 waktu setempat. Wilayah itu berdekatan dengan wilayah perbatasan laut Filipina. Herman merupakan kapten kapal nelayan penangkap udang Malaysia.

Selain Herman, dua ABK sempat ikut diculik namun telah dibebaskan. Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu, Lalu Muhammad Iqbal mengatakan Herman telah dibebaskan dan menjalani proses pemulihan trauma di KJRI Davao.

6. penculikan Dua WNI di Perairan Sabah
Dua orang WNI diculik di Perairan Sabah pada Sabtu (5/11/2016). Keduanya menahkodai kapal yang berbeda, yaitu kapal SK 00520 F dan SN 1154/4F. Mereka berasal dari Buton, Sulawesi Tenggara dan bekerja secara legal di kapal penangkap ikan Malaysia.

7. Dua WNI diculik di Sabah

Dua WNI diculik di perairan Sabah saat tengah mencari ikan bersama 18 rekannya dalam kapal bernomor VW 1738 pada Sabtu (19/11/2016). Kapal itu milik sebuah perusahaan perikanan di Sabah, Malaysia. Mereka adalah Safaruddin selaku kapten kapal dan Sawal sebagai ABK.

Kedua WNI itu merupakan warga Desa Tallu Banua, Kecamatan Sendana, Mejene, Sulawesi Barat. Menhan Ryamizard mengaku jengkel atas kembali terjadinya peristiwa penculikan.

Sebab, pemerintah telah mengimbau agar tidak melintasi perairan yang dijadikan aksi penculikan. Mereka terpantau berada di Perairan Sulu, Sulawesi Selatan. Hingga kini, belum diketahui nasibnya.
WNI yang disandera di Somalia selama 4,5 tahun bebas.

Berbeda dengan rentetan peristiwa penculikan oleh kelompok Abu Sayyaf, pada tahun ini, pemerintah juga berhasil mengembalikan empat WNI yang disandera selama empat setengah tahun.

Mereka disandera oleh perompak Somalia. kepada keluarganya setelah disandera lebih dari empat tahun di Somalia. Pundi uang kelompok Abu Sayyaf

Lantas, berapa banyakkah uang yang berhasil dikumpulkan oleh kelompok Abu Sayyaf?

Berdasarkan laporan keamanan Filipina yang dilansir oleh kantor berita Associated Press (AP), pada Kamis (28/10/2016), sepanjang semester I 2016, kelompok Abu Sayyaf mengantongi uang tebusan 353 juta peso atau sekitar Rp 95 miliar dari aksi-aksi penculikan.

Laporan tersebut tidak dipublikasi, namun kantor berita AP menyatakan, laporan itu diperlihatkan kepada seorang wartawannya.

Selama enam bulan pertama 2016, Abu Sayyaf melaksanakan 32 aksi pengeboman, meningkat 68 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Para militan diperkirakan memiliki lebih dari 400 pucuk senjata api dan berhasil melakukan sejumlah pelatihan teroris meski sedang menghadapi serangan militer Filipina terus menerus.

Menurut laporan tersebut, aksi-aksi penculikan itu memungkinkan Abu Sayyaf mendapat cukup dana untuk membeli senjata api serta amunisi.

Diperkirakan, sebagian besar dana yang mencapai 353 juta peso adalah uang tebusan yang diterima Abu Sayyaf dari Januari sampai Juni tahun ini dari pertukaran atau pembebasan 14 sandera Indonesia dan 4 awak kapal Malaysia.

Laporan itu menyebutkan, para sandera diculik Abu Sayyaf dan ditahan di daerah hutan di provinsi Sulu.

Untuk pembebasan seorang wanita Filipina yang diculik tahun lalu dengan dua orang Kanada dan Norwegia dari sebuah resor wisata mewah, para militan disebutkan mengantongi uang tebusan sampai 20 juta peso, atau senilai 413.000 dolar AS.