JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merencanakan pertemuan dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pekan depan. Pertemuan itu terkait adanya fakta dan data baru terkait kasus Rumah Sakit Sumber Waras yang menyeret nama Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, informasi yang diperolehnya, BPK telah mendapatkan data baru yang diminta KPK mengenai perkara RS Sumber Waras.

Data dan fakta baru itu adalah permohonan kepada KPK beberapa waktu lalu untuk mengetahui jelas mengenai perkara ini.

"BPK mengaku telah mendapatkan data dan fakta baru mengenai RS Sumber Waras. Pekan depan kita rencanakan untuk melakukan pertemuan," kata Agus Rahardjo ditemui usai acara seminar Tanwir 1 Pemuda Muhammadiyah di Cipondoh, Kota Tangerang. Demikian dikutip dari Antara, Selasa (29/11).

Agus memastikan, hingga kini pihaknya masih terus menyelidiki perkara RS Sumber Waras.

"Untuk Sumber Waras prosesnya masih berjalan. Tak dihentikan dan masih proses pengumpulan data baru," katanya.

Perlu diketahui, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan DKI Jakarta 2014 yang menyatakan pembelian tanah RS Sumber Waras berindikasi merugikan keuangan daerah hingga Rp 191,3 miliar, karena harga pembelian Pemprov DKI terlalu mahal.

BPK mengacu pada harga pembelian PT Ciputra Karya Utama (CKU) kepada Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) tahun 2013 sebesar Rp 564,3 miliar. CKU kemudian membatalkan pembelian lahan itu, karena peruntukan tanah tidak bisa diubah untuk kepentingan komersial.

Dalam LHP, BPK antara lain merekomendasikan agar pemprov menagih tunggakan pajak bumi dan bangunan Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) selama 10 tahun sejak 1994-2014 senilai lebih dari Rp 3 miliar.

Selain itu, BPK juga merekomendasikan Gubernur DKI Jakarta agar memberikan sanksi kepada Tim Pembelian Tanah yang dinilai tidak cermat dan tidak teliti memeriksa lokasi tanah berdasarkan Zona Nilai Tanah.

Namun Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menilai bahwa pemprov setempat membeli lahan di Jalan Kyai Tapa 1 Grogol Jakarta Barat itu karena nilai jual objek pajak pada 2014 sebesar Rp 20,7 juta per meter persegi.

Karena itu, menurutnya, Pemprov DKI Jakarta diuntungkan mengingat pemilik lahan menjual dengan harga sesuai NJOP sehingga total harganya Rp755,6 miliar, sedangkan sesuai harga pasar nilainya lebih tinggi.(mdk)