SAYA ingin berbagi kisah hidup yang sudah hampir setahun saya pendam. Dulu, sehabis sekolah saya pacaran dengan teman sekolah selama 6 tahun. Saya sangat nakal sampai terlanjur 'begituan' beberapa kali. Tapi, akhir 2014, kami putus karena dia menjalin hubungan dengan perempuan lain. Saya memohon berkali-kali dan mencoba membujuknya, namun dia tetap enggan kembali.

Sedih hati saya diperlakukan seperti itu.  Saya menyerah. Hidup saya berubah seperti mayat hidup. Bobot saya turun drastis, dari berat 52 kilogram menjadi 40 kilogram. Saya juga sering sakit karena hanya tidur saja. Ibu saya pun sudah menyerah dengan sikap saya.

Ingin Gadis Berhijab

Pada Februari 2015, waktu itu saya sudah sedikit stabil. Ibu ingin saya cepat kawin. Saya tak berpikir apa-apa, hanya mengangguk saja.

Tanpa kenal siapa pria itu kami bertunangan di Bulan Maret. Setelah sebulan bertunangan, barulah dia menghubungi saya. Dia menelepon untuk mengajak saya membeli keperluan pernikahan yang rencananya akan digelar di bulan September.

Hingga di suatu pagi dia berkata kepada saya, "Saya pilih orang yang berhijab." Rupanya dia sangat mendambakan gadis saleha sebagai istrinya.

Saya memang tak berkerudung. Tapi, saya bukan tipe perempuan yang suka berpakaian seksi-seksi. Waktu itu memang saya sangat tersinggung dengan kata-kata dia tetapi saya diam saja. 

"Kalau tak sesuai, kita bisa putus," balas saya singkat.

Dia hanya menggelengkan kepala. Kami tidak banyak bicara pada waktu itu, hanya mencoba baju dan perhiasan yang dia tunjukkan. Dia mencoba ingin beramah tamah dengan saya, namun saya sudah tidak mood karena masalah hijab itu.

Hari demi hari, kami sering keluar bersama dan kami sudah merasa cocok jika sedang ngobrol. Tetapi, saya masih tidak punya perasaan terhadapnya. 

Ketahuan Tak Perawan

Pada malam hari raya, dia bertanya sesuatu yang membuat saya harus berbohong. 

"Kamu pernah tidur dengan laki-laki?" Saya tak bisa jawab sebab itu aib saya.

Saya hanya berkata, "Kamu tak perlu tahu. Kalau kamu ikhlas ingin menjadikan saya sebagai istri, tak perlu menanyakan pertanyaan ini." 

Dia minta saya jawab dengan jujur tetapi saya tetap tidak mau menjawab pertanyaan itu dan hanya diam saja. Karena keengganan itu, dia diam selama dua minggu. Tetapi, kurang seminggu dari waktu pernikahan kami, dia menghubungi saya dan mengajak saya pergi ke spa.

Waktu keluar bersama, dia sudah tidak bertanya apa pun tentang hal itu lagi. Saya sudah mulai senang sebab kurang seminggu lebih saja kami akan menikah.

Pada 19 September kami sah menjadi suami istri. Tapi waktu itu saya sering menghindar untuk berada dekat dengan dia. Saya beralasan tidur di rumah ibu sebab kurang sehat. Dia pun terpaksa setuju. 

Hari keempat barulah saya bersama dengannya. Itu pun karena kami pergi bulan madu. Malam itu saya tahu dia sangat kecewa setelah mengetahui saya tidak perawan, tapi dia masih berusaha menjaga hati saya.

Selama empat hari bulan madu itu dia memperlakukan saya dengan begitu baik sekali. 

Suami Menjauh

Seusai bulan madu, dia menghilang. Tak pulang ke rumah. Hari pertama dan kedua dia tak balik rumah, saya langsung tidak menghubunginya lagi. Saya kawin tanpa ada perasaan pada dia. Jadi saya tak berpikir apa pun. Sampai hari yang ketiga saya mencoba menghubungi dan mengirim SMS tetapi tidak dijawab.

Ponselnya dimatikan. Sampai genap seminggu, panggilan tidak terjawab, Tapi muncul centang biru pada pesan di WhatsApp yang saya kirim pada pukul 4 pagi.

Pada pukul 3 pagi, saya memberanikan diri pergi ke rumah mertua ketika dia tidur di sana. Tetapi, mobil dia tidak ada. Hati saya kuat mengatakan dia marah tentang malam pertama kami melakukan hubungan intim.

Esoknya saya hubungi kakaknya. Saya meminta dia menanyakan kabar dia tempat kerjanya. Kakak dia terkejut sebab saya tak pernah tahu bahwa suami saya punya kantor sendiri. Jadi setelah mendapat informasi, saya langsung pergi ke kantornya.

Ketika memberitahu pembantunya bahwa saya ingin jumpa dia, datang satu pesan dari dia. "Kamu pulanglah. Jangan cari saya untuk saat ini," katanya. Hati saya sangat sedih pada saat itu. Balik ke rumah terus terasa ingin mengerjakan salat taubat. Setiap malam saya salat taubat dan memohon Allah melembutkan hati suami.

Tuhan Memanggilnya

Minggu kedua suami balik ke rumah, saya langsung memeluk dia. Berkali-kali saya meminta maaf. Dia bilang cuma butuhkan kejujuran dari saya. Tapi saya pun meminta dia memahami situasi saya. Malam itu kami bersama-sama mengerjakan salat taubat. Sejak itu saya sudah berubah. Pagi-pagi setelah salat, saya siapkan sarapan untuk dia.

Sementara menunggu dia balik, saya mengerjakan bisnis online yang saya jalani. Saya bersyukur pada Allah sebab dia pria yang sempurna, penyayang, suka memberi nasihat sampai saya menangis. Dia mengatakan muka saya jelek bila saya menangis. Jika saya menangis, dia peluk saya. Dia bilang tak suka melihat saya menangis.

Tapi itu semua kenangan saya dengan dia selama 6 bulan menikah. Kini dia tak ada. Dia terlibat dalam kecelakaan dan meninggal saat dalam perjalanan ke rumah sakit. Yang paling menyedihkan adalah saya tidak sempat memberitahu dia bahwa saya sedang mengandung.

Kini bayi saya sudah berusia dua bulan. Sedih, sampai tak tahu ingin berkata apa. Sekarang saya tinggal di rumah mertua. Mereka baik, menjaga saya meskipun saya bukan lagi menantu mereka.

Di saat Allah mengambil orang yang baru saya ingin cintai bersungguh-sungguh, Allah menggantinya dengan seseorang. Namanya Mohd Taufiq Hidayat. Semoga menjadi anak yang aleh, jadilah insan seperti ayahnya. Jujur, hati saya sangat merindu dia yang banyak memberi perubahan dalam hidup saya meskipun dalam waktu singkat. ***