JAKARTA - Setiap mualaf pasti memiliki kisah menarik sebelum akhirnya membulatkan hati memeluk agama Islam. Begitu pula kisah perempuan kelahiran tahun 1975 yang satu ini. Namanya, Fransisca Monica. Pada Februari 2015, Fransisca Monica, di atas sepeda motor yang ia kendarai, tak terasa air matanya menetes dan berderai. Secara spontan, ia mengucapkan dua kalimat syahadat, mengakui Allah SWT sebagai Tuhan dan Muhammad SAW adalah utusan-Nya.

"Saya tak tahu ternyata syahadat harus ada saksi dan bukti tertulis," katanya kepada Republika.co,id, belum lama ini mengisahkan perjalanannya memeluk Islam.

Tangisan itu bukan tanpa sebab. Selama puluhan tahun, ia mengamati dan mengkaji risalah yang diturunkan kepada Muhammad SAW ini.

Ketertarikan Monica, begitu akrab disapa, terhadap Islam tumbuh sejak 20 tahun lalu, sewaktu ia masih duduk di bangku kuliah, kira-kira 1993-an.

Bagi Fransisca Monica, Islam bukan agama asing. Lingkungan sekitarnya mayoritas Muslim. Bahkan, dorongan sahabatnya agar ia segera berislam, pernah sesekali muncul. Akan tetapi, ia tak bisa mengiyakan begitu saja. Hati kecilnya masih berontak.

Ia begitu penasaran dengan sikap dan pendirian Muslim yang menentang ketuhanan Yesus. Meski ia tak berani mengungkapkan perasaan itu, ia benar-benar menyimpannya.

Jawaban demi jawaban gagal meredam rasa yang mengganjal tersebut. Akhirnya, ia pun berpikir ketika itu, mereka belum dapat hidayah hingga berani menolak konsepsi ketuhanan di agama yang ia anut dulu. "Seiring berjalannya waktu saya lupa akan pertanyaan itu," katanya.

Namun, tiga tahun lalu, ia bertemu dengan Muslim yang interaktif dan bisa berdiskusi soal agama.

Diskusi agama

Perempuan kelahiran 1975 ini menuturkan, bersama temannya bukan hanya tema terkait Islam melainkan tentang agama-agama.

Dari sinilah, rasa penasarannya ihwal segala sesuatu bertambah. Tentu, perhatian utamanya tertuju pada studi agama, termasuk agama yang pernah ia anut dulu, yaitu Protestan.

Diskusi terus berlanjut. Pada titik tertentu, ia kembali teringat persoalan yang selalu mengganjal di benaknya, yaitu mengapa Muslim menentang ketuhanan Yesus?

Sang teman menyarankan Monica membaca terjemahan ayat Alquran secara utuh. Tidak setengah-setengah.

Syahdan, saran sang teman terbukti. Perlahan tapi pasti, ia mendapatkan jawaban-jawaban atas kegamangan dan penasarannya selama ini dan tak terkecuali ihwal keyakinan yang pernah ia anut sebelumnya.

Keyakinan terhadap Islam pun semakin mengkristal. Dan, air mata yang menetes adalah buah dari sentuhan iman yang berlabuh di hati Monica. Juli 2015, di hadapan saksi dan Mualaf Center Indonesia (MCI) secara resmi, ia memproklamirkan diri sebagai Muslimah.

Penolakan

Keputusan Monica memeluk Islam tidak mendapat dukungan dari pihak keluarga. Anak keempat dari lima bersaudara ini berkisah, keluarga besarnya sempat marah besar dan meminta ia kembali ke agamanya terdahulu.

Keluarganya tidak memaksa, hanya mencoba merangkul kembali. Inilah yang membuat silaturahimnya dengan keluarga masih terjalin dengan baik, hingga detik ini.

Namun, sekitar satu pekan yang lalu ia sempat diusir saudaranya karena kepergok mengenakan hijab.

Monica berhijab sejak Ramadhan tahun ini. Ia menyadari hijab adalah perintah Allah untuk Muslimah, dan ia ingin menjadi pribadi yang taat dalam apa pun, termasuk hijab.

"Akhirnya saya pergi aja. Ini harga yang harus saya bayar. Saya tidak ingin ribut," ujar perempuan berdarah Batak ini.

Doanya kini, teruntai utuk keluarga mungilnya. Sang suami dan tiga buah hatinya. Ia berdoa agar hidayah juga menghampiri suami tercintanya.

Ia tetap mempertahankan pernikahannya, di tengah-tengah desakan agar dirinya bercerai. Bagi Monica, ia menikah dengan cara baik-baik dan tidak ingin gegabah melabuhkan bahtera rumah tangganya.

Ia percaya, suatu saat nanti hidayah Allah akan menghampiri keluarga kecilnya walaupun ia sendiri tidak pernah tahu kapan hal itu akan terjadi. Ia hanya bisa berpasrah mengenai nasib rumah tangganya sembari meminta yang terbaik kepada Sang Kuasa.

Alhamdulillah, si kembar yang berusia 9 tahun, telah mengikuti jejaknya memeluk Islam tanpa paksaan.

Agama yang Mengajarkan Kedisiplinan

Ada banyak pelajaran yang diperoleh perempuan berusia 41 tahun ini setelah memeluk Islam. Salah satu hal yang sangat berkesan yakni Islam mengajarkan kedisiplinan yang tinggi. "Allah membuat aturan yang luar biasa," katanya.

Allah mengatur kehidupan umat manusia dari bangun tidur hingga memejamkan matanya kembali di malam hari. Semua ada aturan dan tata caranya. "Minimal lima kali dalam sehari kita beribadah," ujarnya.

Islam mengajarkan agar manusia kembali ke fitrahnya. Bahwa tanpa kerja keras maka manusia tidak mendapatkan apa-apa. "Kita akan mendapatkan pahala sesuai dengan kebaikan yang kita lakukan."

Bahkan, keberadaan Ramadhan setahun sekali, juga bagian dari kompleksitas aturan yang mengagumkan itu. Baginya, Islam telah mengubah pola pikir dan cara menjalani kehidupan.

Menurut Monica, kasih sayang Allah kepada umat manusia begitu besar. Namun, terkadang manusia sering melupakan hal itu.

Jika manusia lalai dalam beribadah maka yang rugi adalah dirinya sendiri, karena hakikatnya Allah tidak membutuhkan hal tersebut. Jika, manusia taat kepada-Nya, insya Allah hidup dipenuhi dengan nikmat dan keberkahan.***