HARI Raya Idul Fitri telah tiba. Seluruh umat Islam bergembira menyambut hari kemenangan setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa. Menampakkan kegembiraan pada hari raya termasuk syiar yang harus dilakukan setiap orang muslim. Kaum muslimin diperbolehkan mengungkapkan kegembiraannya saat lebaran sepanjang kegembiraan itu tidak menyimpang dari syariat Islam. Selain itu, Idul Fitri juga diidentikkan dengan tradisi bermaaf-maafan. Bahkan ada yang menggelar acara halal bi halal atau kegiatan yang mengkhususkan bermaaf-maafan.

Padahal Rasulullah dan para sahabat sendiri tidak pernah melakukan kegiatan tersebut. Sebab, sebenarnya bermaaf-maafan tidak perlu dikhususkan di Lebaran. Ketika memiliki salah, segeralah minta maaf tanpa harus menunggu Idul Fitri.

Oleh karena itu, mengistimewakan Idul Fitri untuk bermaaf-maafan menambahkan syariat baru ke dalam Islam tanpa dasar landasan yang sahih.

Ibnu Taimiyah pernah menyatakan, setiap perkara yang faktor penyebab pelaksanaannya ada pada masa Rasulullah SAW, jika itu benar-benar (dianggap) kebaikan, namun Rasulullah tidak melakukannya maka bisa dipastikan perkara tersebut bukanlah kebaikan.

Dikutip dari buku Majalah Pengusaha Muslim: Komersialisasi Idul Fitri, karya Muhammad Arifin Badri, Kholid Syamhudi, Muhammad Abduh Tuasikal, Abu Ahmad Zainal Abidin, menerangkan ada beberapa pelanggaran syariat dalam acara halal bi halal;

1. Mengakhirkan permintaan maaf hingga datangnya Idul Fitri. Padahal seharusnya maaf-memaafkan dilakukan sesegera mungkin. Tidak perlu menunggu datangnya lebaran. Usia manusia tidak ada yang tahu, kapan seorang hamba meninggal pun tetap misteri.

2. Campur baur dengan lawan jenis yang dalam istilah syariat adalah ikhtilath. Keadaan ini membawa kita pada perbuatan maksiat lain seperti padangan haram yang bisa sampai ke perzinaan.

3. Berjabat tangan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya.

4. Wanita hadir dalam keadaan bersolek, menampakkan kecantikan dan auratnya.

Semoga Allah memberikan taufik kepada kita untuk memanfaatkan Idul Fitri sebagai momen perbaikan diri dan kesempurnaan ibadah kepada Allah.***