SYAHDU suara lantunan surat Al Baqarah terdengar dari Masjid At-Taubah Lembaga Pemasyarakatan (LP) Klas II B Cilacap, selepas shalat Dzuhur secara berjamaah, Kamis (23/6).

Di antara remang-remang jeruji besi, mereka berusaha mendekatkan diri pada sang Maha Adil.

Empat puluh empat napi dari berbagai kasus dan masa tahanan terpendek dua tahun dan terlama 13 tahun itu, merupakan santri dari Pondok Pesantren Darut Taubah wat Tarbiyah.

Pondok pesantren itu berbeda dengan pondok pesantren pada umumnya, karena dibangun di dalam LP Klas II B Cilacap dimana bui berjeruji besi adalah asrama bagi santri-santri tersebut. Pondok itu, bisa dikatakan adalah rumah pertaubatan dari kegelapan masa silam.

Tiga tahun sejak didirikan pada 2013 silam, saban Senin sampai Kamis, puluhan napi yang terpanggil untuk mendekatkan dirinya pada Sang Pencipta diajarkan tentang Tauhid, Fiqih, Tajwid Alquran, cara berdakwah dan khusyuknya ibadah.

Para napi itu, memulai kegiatannya sebagai santri sejak pukul 08.00 sampai 10.00 pagi dimana kitab suci Alquran merupakan titik tolak mereka menimba ilmu agama.

Zainuddin (43), misalnya, yang terlibat kasus imigran dan ditahan selama 3 tahun, menyatakan Ponpes Darut Taubah wat Tarbiyah adalah bagian pertaubatan hidupnya. Di sana ia merasa menjumpai kedamaian untuk mendamaikan gejolak hatinya dari perbuatan buruk yang pernah ia lakukan.

Terutama saat Ramadan ini, ia berharap menemukan pertaubatan sejatinya, sebagai seseorang yang betul-betul utuh yang dipudarkan setiap kesalahannya dan mendapat berkah dari Allah.

"Di ponpes ini, saya menimba ilmu agama. Walau memang, rindu rumah selalu saya alami setiap datangnya Ramadan," ujar Zainuddin saat ditemui di masjid At-Taubah, Kamis (23/6).

Bukan hanya Zainuddin. Seorang yang mengalami perasaan serupa, Mudiono (40), mengatakan, sebagai santri Pondok Pesantren Darut Taubah wat Tarbiyah dirinya mengaku menggunakan waktu sebaik-baiknya untuk lebih mendalami tauhid, fiqih dan akhlak.

Ia bercerita, tradisi positif yang dibangun selama menjadi santri, yakni dibiasakan untuk melakukan kultum pada sesama napi sebelum melaksanakan ibadah salat Dzuhur. Tradisi ini membuat ia mesti memikirkan kembali kediriannya di hadapan Allah atas sikap-sikapnya terdahulu, untuk berubah menjadi bermanfaat bagi napi lain.

"Malam hari di sel ya memikirkan materi kultum. Karena memang salah satu materi yang diajarkan terkait dakwah oleh para pendidik yang didatangkan dari Kementerian Agama Cilacap," ungkapnya.

Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Klas II B Cilacap, Hernowo Sugiastanto menerangkan, Ponpes Darut Taubah Wat Tarbiyah memang didirikan untuk menebalkan spiritualitas warga binaan.

Sejak mulai berdiri 3 tahun silam, ponpes ini telah tiga kali melakukan kelulusan santri. Khusus di Ramadan ini, Hernowo menyatakan melakukan peringatan Nuzulul Qur'an sekaligus wisuda santri pada 44 napi. Mereka dianggap telah memenuhi pembekalan ajaran-ajaran keagamaan yang disampaikan oleh 8 pendidik dari Kemenag Cilacap.

"Harapan saya mereka keluar, bisa terlibat dalam syiar agama. Ponpes ini kami niatkan sebagai rumah koreksi diri untuk menjadi lebih baik," ungkapnya.

Hernowo juga bercerita tak ada paksaan pada napi untuk terlibat dalam aktivitas di ponpes. Mereka yang ingin menjadi santri dibiarkan tumbuh atas kesadaran sendiri. Hanya saja memang, di ponpes tersebut dilakukan dua pembagian kelas.

Kelas pertama untuk para napi awal yang belum banyak memiliki pengetahuan agama. Kelas kedua bagi para napi yang ingin memperdalam ilmu agama.

"Santri dengan masa tahanan terlama 13 tahun. Selain itu, untuk pembebasan bersyarat, bagi napi kami mewajibkan untuk hapal dua suratan," imbuhnya. ***