JAKARTA - Saat ini, komputer sudah menjadi kebutuhan mendasar bagi orang. Tak terkecuali bagi penyandang difabel. Khusus bagi orang yang tak memiliki tangan ini, komputernya memang sedikit berbeda. Ini dia komputernya.

Seperti diketahui, pengoperasian komputer yang banyak menggunakan tangan menjadi kendala tersendiri bagi mereka. 

Menurut data dari International Labour Organization (ILO), sekitar 15 persen penduduk dunia adalah difabel. Sekitar 785 juta jiwa diantaranya berada pada usia produktif, namun mayoritas tidak bekerja. Hal tersebut menyebabkan difabel lebih rentan akan kemiskinan.

Melihat permasalahan tersebut, lima mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) berinovasi untuk membuat sebuah sistem komputer untuk membantu orang yang tidak memiliki tangan. Teknologi tersebut diberi nama Sipafa (Sistem Perangkat Komputer untuk Difabel) yang tidak mempunyai tangan dengan mengimplementasikan sensor Gyroscope.

Salah satu anggota tim Sipafa, Mochammad Wahyu mengatakan, sistem ini terdiri atas tiga bagian, yaitu alat untuk dipasang di kepala pengguna, alat untuk dipasang di badan pengguna, dan sejenis pedal untuk dioperasikan pengguna dengan menggunakan kaki.

Alat yang dipasang dikepala dilengkapi dengan layar yang berfungsi untuk segala aktifitas yang terjadi pada komputer layaknya layar pada komputer biasa.

Pada alat untuk kepala tersebut juga ditanamkan sebuah sensor gyroscope yang berfungsi merekam setiap pergerakan kepala pengguna yang kemudian diolah sedemikian rupa sehingga dapat dipahami oleh alat sebagai perintah untuk menggerakkan kursor pada layar. Berat alat dibagian kepala tersebut tidak lebih dari 700 gram.

''Kita tanamkan sensor gyroscope yang berfungsi membaca pergerakan pada sumbu X, Y, Z atau Yaw, Pitch, Roll. Sipafa sendiri hanya membutuhkan pergerakan pada sumbu X dan Y saja.
hasil data dari gyroscope kemudian ditransmisikan melalui wireless ke dalam bagian processing yang pada akhirnya dapat menggerakan kursor seperti fungsi mouse pada komputer umumnya,'' jelas Wahyu.

Bagian kedua pada teknologi Sipafa dipasang pada tubuh pengguna. Bagian ini berisi Rasberry pi, yaitu sebuah mini personal computer (mini PC) serta baterai yang dapat di isi
ulang. Mini PC inilah yang berfungsi memproses setiap pergerakan yang terjadi pada bagian alat di kepala. Batterai yang digunakan adalah lithium polymer 3 cell dengan kapasitas
2.200 mAh mampu menghidupkan Sipafa hingga tiga jam pemakaian.

Sementara di bagian terakhir adalah bagian alat yang dioperasikan dengan kaki. Bagian ini berfungsi sebagai pengganti klik kanan maupun klik kiri layaknya fungsi mouse
pada komputer biasa. Ketiga bagian alat tersebut saling terhubung satu sama lain dalam pengoperasiannya.

Penghubung yang digunakan pada Sipafa adalah sistem wireless yang tidak membutuhkan kabel penghubung antar alat, sehingga pengguna dapat menggunakan alat dengan nyaman tanpa terganggu pergerakannya oleh rangkaian kabel.

Hasil karya mahasiswa UB ini dalam pengembangannya mendapat dukungan dana dari Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (Dikti) melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2015. Sipafa juga diakui pernah mendapatkan penghargaan sebagai juara ke-3 pada kompetisi UNY-National Innovation Technology (Unitech) 2016 di Yogyakarta 13–14 Mei 2016 lalu.

Novia Ulfa salah satu anggota tim Sipafa mengungkapkan, ke depannya untuk mempermudah pengguna, Sipafa akan dibuat memiliki teknologi untuk mengenali suara pengguna dan
mengolahnya menjadi tulisan. Dengan demikian, pengguna tidak perlu susah payah lagi mengetik.

Dalam versi saat ini pengguna dapat mengetik tulisan pada layar dengan memilih satu persatu huruf pada virtual keyboard yang ditampilkan. Kemudian merangkainya hingga menjadi kata dan
kalimat.

''Harapannya ke depan Sipafa bisa benar-benar digunakan dan dimanfaatkan oleh penyandang difabel yang memang membutuhkan,'' kata Novia Ulfa Nuraini.***