JAKARTA - Satgas Tinombala yang terdiri dari Polri dan TNI berhasil mendesak kelompok jaringan Santoso yang bersembunyi di pegunungan Poso.

Santoso dan anak buahnya saat ini dalam kondisi sulit. Mereka terdesak, kelaparan dan bahkan sudah mulai terjadi konflik di internal kelompok teroris itu.

Sejak awal dibentuk, Satgas Tinombala yang terdiri dari Polri dan TNI memang menggunakan strategi untuk memojokkan Santoso. Kepala Satgas Operasi Tinombala Komisaris Besar Leo Bona Lubis mengatakan kelompok teroris jaringan Santoso sudah berhasil digiring keluar jauh dari wilayah awalnya.

Kelompok Santoso berhasil dipisahkan dari pendukung dan simpatisan yang selama ini memasok logistik. Akibat kekurangan pasokan logistik itu, Santoso dan kelompoknya itu kini kelaparan.

"Santoso dibilang kelaparan iya, tapi itu karena memang mereka sudah kita giring keluar dari wilayahnya yang selama ini mereka kuasai bertahun-tahun," kata Leo saat dihubungi detikcom, Kamis (24/3/2016).

"Sudah kita giring dengan taktis dan teknis yang sudah kita lakukan, mereka sudah keluar (dari lokasi awal)," sambungnya.

Kelompok teroris yang juga sudah masuk dalam daftar buronan sejak lama itu sudah berhasil dilokalisir. Mereka digiring sejauh 200 kilometer dari posisi awal persembunyiannya. Selain itu, jalur logistik yang biasa digunakan para kurir untuk mengantarkan makanan dan amunisi kepada Santoso sudah diputus.

Santoso pun semakin terpojok karena semakin sulit mendapatkan pasokan makanan. Hingga akhirnya, mereka bertahan hidup dengan memakan apapun yang ditemui di hutan.

Dalam salah satu foto yang didapat detikcom, Santoso terlihat sedang memanggang kepala Anoa. Tubuhnya terlihat kurus dengan rambut dan jenggot panjang terurai.

Di tengah kondisi terpojok dan kelaparan, Santoso menghadapi masalah lain. Perpecahan internal mulai terjadi di kelompoknya.

Anak buah Santoso beberapa mulai membangkang, bahkan sampai ada yang memilih untuk kabur. Salah satu anak buah Santoso yang membangkan adalah MAQ alias S alias Brother yang ditangkap pada Senin (21/3/2016) saat tengah bersembunyi di rumah penduduk.

Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Brigadir Jenderal Rudy Sufahriadi mengatakan bahwa Brother lari dari kelompok Santoso. Saat melarikan diri itulah Brother kelaparan.

Dari Brother inilah diketahui bahwa kelompok jaringan Santoso mulai pecah kongsi. Kepada polisi, Brother mengaku bahwa amaliyah kelompok Santoso sudah menyimpang dari ajaran Islam. Santoso juga dianggap tak pantas menjadi figur pemimpin dalam gerakan jihad di Poso.

  "Yang bersangkutan kabur dari kelompok Santoso karena menilai Santoso tidak cocok menjadi figur pemimpin dalam gerakan jihad di Poso karena setelah tersangka bergabung dengan kelompok Santoso, tersangka baru mengetahui bahwa Santoso sangat lemah dalam pemahaman agama bahkan cenderung menyimpang dari ajaran Islam," kata Rudy.

Sesama anggota kelompok Santoso juga terjadi perdebatan soal amaliah. Beberapa anggota kelompok Santoso menghalalkan amaliah yakni membunuh warga sipil yang sudah tua dengan cara dipenggal. Anggota kelompok yang tidak setuju dengan pendapat tersebut akhirnya memilih kabur.

"Sehingga hal ini pun menimbulkan perdebatan antara anggota kelompok. Karena ada beberapa anggota kelompoknya juga yang bertentangan, sehingga tidak tahan dan memilih kabur," jelasnya.

Tim Satgas Tinombala pun berkeyakinan kelompok Santoso kini tak lagi kuat. Tinggal menunggu waktu bagi tim untuk bisa menyerbu Santoso yang dalam keadaan lapar itu.

"Sekarang sudah jauh meninggalkan wilayahnya yang selama ini mereka bertahan, jauh dari pendukungnya, simpatisannya. Jadi mungkin tinggal nunggu waktu saja. Jadi semua jalur logistik, senjata dan lain-lain sudah kita putus semua," ujar Komisaris Besar Leo Bona Lubis.***