JAKARTA - Puluhan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat disinyalir terlibat kasus suap proyek infrastruktur di Ambon. Jejak keterlibatan mereka ditelusuri lewat kesaksian Abdul Khoir, bos PT Windhu Tunggal Utama.

Kuasa Hukum Abdul, Haeruddin Massaro, membenarkan bahwa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi sempat menanyakan peran 24 anggota Komisi V DPR. Abdul mengatakan hampir semua fraksi mendapat jatah paket proyek infrastruktur.

"Kadang-kadang ada yang maju kayak DWP (Damayanti Wisnu Putranti) ini. Ada juga yang menitip," ucap Haeruddin, Kamis, 28 Januari 2015. Menurut Haeruddin, paket pekerjaan itu disebar kepada semua anggota dari sejumlah fraksi, kecuali Partai NasDem.

Kasus suap proyek infrastruktur terungkap setelah KPK menciduk Damayanti. Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu tertangkap tangan saat menerima uang pelicin senilai Sin$ 99 ribu dari Abdul.

Tanda-tanda keterlibatan sejumlah anggota DPR mulai tercium setelah KPK menggeledah ruang kerja kolega Damayanti di Komisi V. Di antaranya Budi Supriyanto, politikus Partai Golongan Karya, dan Yudi Widhiana Adia, anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera.

Haeruddin menjelaskan, kliennya terpaksa menyerahkan uang pelicin karena pengerjaan proyek infrastruktur dirancang dengan sistem paket yang mengharuskan interaksi dengan anggota DPR. "Itu sistem yang berlaku di proyek," ujarnya.

Paket-paket pekerjaan biasanya disalurkan kepada kontraktor di daerah lewat Balai Pelaksana Jalan Nasional. Dari setiap paket pekerjaan tersebut, tutur Haeruddin, setiap anggota DPR mendapat jatah 8 persen dari nilai proyek.

Ketua KPK Agus Rahardjo membenarkan bahwa ada kemungkinan keterlibatan anggota DPR lain dalam kasus tersebut. "Arahnya kan sama. Mungkin ada paket lain," tutur Agus. Namun ia enggan membeberkan nama-nama mereka.***