JAKARTA - Saat ini, satu dari tiga bayi berusia di bawah lima tahun (balita) di Indonesia menderita stunting (gizi buruk). Data itu diungkapkan Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro dalam diskusi media, Cegah Stunting, Investasi untuk Masa Depan Anak Bangsa, di Kantor Bappenas, Jakarta, Senin (28/5/2018).

Karena itu, kata Bambang, pencegahan terhadap stunting sudah menjadi prioritas nasional pemerintah dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2018 dan 2019.

''Pada tahun 2018, pemerintah telah fokus melakukan pencegahan dan penurunan stunting di 100 kabupaten atau kota prioritas. Angka tersebut meningkat menjadi 160 kabupaten atau kota pada 2019 nanti," ungkap Bambang, seperti dikutip dari liputan6.com,

Bambang mengatakan, isu gizi buruk sendiri sebetulnya bukan lagi menjadi persoalan yang baru. Melainkan kata dia adalah persoalan lama yang sampai saat ini masih belum menjadi perhatian khusus bagi masyarakat maupun seluruh pemangku kepentingan.

''Sebenarnya stunting suatu permasalah sudah lama tetapi rupanya kurang dapat perhatian khusus karena ada presepsi di masa lalu bukan suatu yang membahayakan di masa jangka pendek. Sehingga bicara masalah kesehatan bicara urgent yang berdampak jangka pendek. Ini merupakan jangka panjang, isunya bukan menjadi anak ini di muka bumi, tapi saat ibu itu mengandung,'' jelasnya.

Untuk itu, lanjut Bambang pemerintah dan kementerian atau lembaga terkait lainnya perlu memperhatikan bagaimana gizi buruk ini menjadi masalah serius terhadap jangka panjang ke depan. Terlebih stunting sangat penting untuk mencapai sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas.

''Sekarang kenapa kita mulai memberikan perhatian. Pertama kita menyadari kunci keberhasilan adalah SDM. Tidak berbicara hanya pinter, tapi kita juga ingin yang kontribusi SDM ini jumlahnya banyak ke depan. Untuk kontribusi prosesnya banyak, yakni pendidikan. Pendidikan tidak optimal tanpa kesehatan. Kalau penyembuhan sudah praktik lama. Karena itu kita harus mulai berpikir bagaimana mencegah penyakit stunting. Salah satu pencregahan adalah anak stunting,'' ungkap Bambang.

Gagal Tumbuh

Sebagai informasi, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukan 37,2 persen atau sekitar 9 juta balita di Indonesia pada 2013 mengalami stunting. Dampak jangka pendek dari kurang gizi tersebut adalah gagal tumbuh.

''Data terakhir riset kesehatan mendasar 30 persen lebih anak balita kita kena stunting, satu pertiga kena Itu setara 9 juta anak dan bayangkan itu lebih banyak daripada jumlah penduduk di Singapura. Jadi artinya ini harus menjadi prioritas karena sudah urgent,'' ucap Bambang.

Dengan demikian, disampaikan Bambang dalam upaya penurunan stunting tidak dapat dikerjakan secara sendiri. Dalam upaya tersebut, perlu dilakukan dengan memperkuat kordinasi lintas sektor dan lintas kementerian lembaga.

''Saat ini kita tidak bisa diselesaikan sendiri. Pemerintah jalan sendiri kurang dukungan. Kita melibatkan non pemerintahan kemudian juga melibatkan kalangan akademisi dan kalangan media. Diharapkan media juha mampu memberitakan stunting terus.'' tandasnya.

Stunting sendiri adalah kondisi gagal tumbuh pada balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 hari pertama kehidupannya, dari janin hingga dua tahun. Kondisi ini menyebabkan perkembangan otak dan fisik terhambat, rentan terhadap penyakit, sulit berprestasi, dan saat dewasa mudah menderita obesitas sehingga berisiko terkena penyakit jantung, diabetes, dan penyakit tidak menular lainnya. ***