"To dream to seek the unknown. To look for what is beautiful is its own reward. A mans reach should exceed his grasp, or whats a heaven for?" (Impian untuk mencari yang tidak diketahui. Mencari apa yang indah dari asalnya. Jangkauan manusia seharusnya melebihi gapaiannya, atau untuk apa langit itu ada?") Kalimat tersebut ditulis oleh Nina Fawcett (diperankan aktris Sienna Miller) yang berperan sebagai istri seorang penjelajah Inggris nan berani, Percy Fawcett (Charlie Hunnam).

Sejak awal film, digambarkan Percy sebagai seorang perwira Angkatan Darat Kekaisaran Inggris Raya yang mumpuni dalam berbagai hal, seperti dalam ajang perburuan binatang liar.

Kemampuan yang dimiliki Percy kerap terhambat oleh persoalan keluarganya, yang sejujurnya tidak terlalu ditampilkan dengan terbuka dan spesifik dalam film yang disutradarai oleh James Gray itu.

Keahlian Percy akhirnya dilihat oleh Royal Geographical Society (Asosiasi Geografer Kerajaan) yang merekrutnya untuk melakukan tugas pemetaan di kawasan pedalaman hutan yang terletak di perbatasan Bolivia-Brazil.

Percy, ditemani oleh ajudannya yang direkrut dari iklan di surat kabar, yang bernama Henry Costin (diperankan oleh Robert Pattinson).

Dalam salah satu perjalanannya, Percy mendengar kisah dari seorang pemandunya yang merupakan orang suku Indian, bahwa terdapat kota yang penuh dengan emas di dalam belantara hutan Amazon.

Menurut pendapat Percy, tempat itu pasti memiliki reruntuhan kota dengan tingkat peradaban tinggi yang disebutnya sebagai kota Z.

Apakah Percy dan anaknya pada akhirnya berhasil menemukan kota Z? itu adalah kesimpulan yang harus ditarik oleh setiap penonton.

Film "The Lost City of Z" berdurasi sepanjang 140 menit, atau lebih dari 2 jam.

Secara struktur, durasi yang sangat panjang bagi sebuah film bioskop itu dapat dimaklumi karena harus mencakup rentang waktu sekitar 20 tahun dari perjalanan seorang Percy Fawcett.

Namun, dalam kepadatan film 2 jam itu, penonton secara bertubi-tubi dibawa kepada beberapa ekspedisi perjalanan yang dilakukan tim Percy. Akan tetapi, dalam setiap ekspedisi itu tidak terasa ketegangan atau membuat penonton dapat bersimpati pada perjalanan yang dilakukan oleh Percy.

Memang tidak harus seperti karya rangkaian film Indiana Jones yang merupakan contoh utama sebuah film petualangan yang menarik, tetapi seharusnya ada semacam gereget yang membuat penonton juga bisa merasakan penderitaan, humor, atau perasaan lainnya yang membuat keinginan ikut berpetualangan itu ada.

Sutradara James Gray (yang terkenal sebelumnya dengan film The Immigrant yang menampilkan dialog yang intens dalam mengupas karakter cerita dan tokoh), tampaknya hanya ingin membungkus semua materi yang tersedia dalam kehidupan seorang Percy Fawcett, penjelajah Inggris yang memiliki obsesi terhadap kota Z.

Belum lagi dengan dilema terkait dengan kekuatan obsesi Percy. Tentu hal ini dapat diperdebatkan. Akan tetapi, apakah keinginan untuk menemukan sebuah peradaban yang maju seimbang dengan harga meninggalkan, kata halus dari menelantarkan, seorang istri bersama anak-anaknya?

Patut disorot pula bahwa aktris Sienna Miller berhasil menampilkan emosi yang apik dalam menampilkan seorang istri yang perasaannya tercabik-cabik karena kerap ditinggal pergi oleh sang suami sehingga dia harus mengurus anak-anaknya sendirian.

Robert Pattinson (yang lazim dikenal sebagai Edward Cullen, tokoh protagonis utama dalam film romansa-remaja Twillight) berhasil menampilkan sosok yang berbeda dari penampilan-penampilan klise yang ditampilkan aktor di beberapa filmnya yang terdahulu.

Selain itu, Charlie Hunnam juga layak dipuji dalam menampilkan sosok Percy Fawcett yang kukuh dalam pendiriannya untuk menggapai impiannya tersebut.

Namun, sangat disayangkan berbagai aspek dalam film itu tidak menunjang dalam memberikan penggambaran yang lebih empatik sehingga penonton juga dapat turut sepakat bahwa penemuan untuk menemukan kota Z adalah hal yang penting dalam sejarah dunia.