MEDAN – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) melalui Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) LHK Wilayah Sumatera, menyita sebanyak delapan ekor burung dilindungi yang dipelihara warga. Kedelapan ekor burung itu terdiri atas seekor nuri bayan hijau, seekor elang laut dada putih, seekor elang hitam, dua ekor elang bondol, dan tiga ekor elang brontok.

Kepala Balai Pengamanan dan Gakkum LHK Wilayah Sumatera, Halasan Tulus mengatakan, kedelapan ekor burung itu berhasil disita lewat operasi yang digelar pada sejak 9-22 Mei 2017 di wilayah Medan, Binjai dan Deliserdang.

“Bahwa berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1998 dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 199, bahwa kedelapan ekor burung yang kita sita ini merupakan satwa yang dilindungi sehingga mereka tidak boleh dipelihara oleh masyarakat. Sebagian besar dari burung ini memiliki habitat asli di pesisir pantai,” ujar Halasan saat memberikan keterangan pers di Markas Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Macan Tutul, Deliserdang, Sumatera Utara, Selasa (23/5/2017).

Halasan menyebutkan, penyitaan terhadap kedelapan ekor burung dilindungi itu dilakukan setelah pihaknya mendapatkan informasi dari masyarakat akan keberadaan satwa tersebut.

“Saat kita sita pemiliknya kooperatif menyerahkan kepada kita. Mereka ada yang mengaku mendapatkan satwa dilindungi tersebut dari temannya sebagai hadiah dan kenang-kenangan. Ada juga yang mereka beli. Ada yang baru dipelihara, ada yang sudah dua tahun, dan ada juga yang sudah tujuh tahun,” paparnya.

Saat ini, lanjut Hasalan, seluruh burung dilindungi tersebut telah berada di Markas SPORC Brigade Macan Tutul, Deliserdang. Petugas akan memeriksa kesehatan dan merehabilitasi satwa-satwa itu sebelum akhirnya diputuskan apakah akan dilepasliarkan atau tidak.

"Kalau bisa, akan kami rilis, mungkin ke TNGL (Taman Nasional Gunung Leuser). Tapi ada yang sudah lama dipelihara, mungkin akan kami rehabilitasi dulu karena kalau langsung akan menemui kendala. Yang bisa langsung dirilis, kami coba rilis," pungkasnya.

Halasan berharap agar penyitaan yang mereka lakukan ini bisa menimbulkan efek jera di masyarakat. Ia pun meminta masyarakat tidak lagi memelihara satwa dilindungi, khususnya elang.

“Elang merupakan indikator keseimbangan ekosistem karena dia berada di puncak rantai makanan. Jangan karena kesenangan pribadi jadi merusak ekosistem. Kita berharap ini tidak terjadi lagi,” tandasnya.

Sementara untuk para pemilik satwa dilindungi itu, Hasalan mengaku pihaknya akan mendalami keterkaitan mereka dengan jaringan perdagangan satwa dilindungi. Jika terbukti terlibat, mereka akan diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

“Kita sudah lakukan pembinaan kepada mereka. Untuk keterlibatan mereka dengan jaringan perdagangan satwa, kita masih dalami. Kalau terbukti, kita pasti lakukan penindakan,” tegasnya.