BLITAR - Kelayakan 269 orang aparat Kepolisian Resor Kota Blitar memegang senjata api (senpi) dikaji ulang. Untuk memastikan itu Polda Jawa Timur menguji satu per satu aparat dengan serangkaian verifikasi psikologis. Langkah ini sebagai upaya mencegah terulangnya insiden penembakan oknum polisi terhadap warga sipil di Jember. “Ini untuk menentukan kelayakan psikologis anggota memegang senpi,“ ujar Kasubag Psikologi Biro SDM Polda Jawa Timur Kompol M Mujib Ridwan kepada wartawan.

Sesuai Peraturan Kapolri Nomor 4 Tahun 2007, setiap anggota pemegang senpi wajib mengantongi dua rekomendasi. Yakni, selain harus mendapat rekomendasi atasan atau satuan kerja yang bersangkutan, juga harus lolos rekomendasi psikotes.
Tes psikologi atau psikotes, kata Mujib, akan memperlihatkan bagaimana emosi seorang petugas akan terukur bahwa patut memegang senpi atau tidak. “Hasil tes akan keluar sebagai psikogram. Apakah pemegang senjata telah memenuhi standar yang ditetapkan atau tidak,“ jelasnya.

Sesuai ketentuan yang berlaku tim penguji akan menarik senpi petugas yang terbukti tidak memenuhi syarat. Tanpa syarat psikis yang memenuhi standar, pemegang senpi akan sulit mengendalikan emosinya. Alhasil, kasus insiden penembakan oknum polisi kepada mahasiswa di Jember berpotensi terulang.

Budi Yuantoro, warga Kota Blitar menilai positif psikotes yang dilakukan lembaga kepolisian. Namun, ia berharap uji psikotes bisa dilakukan secara reguler tanpa harus menunggu adanya insiden pelanggaran yang mencelakakan.

“Sebab, tes semacam ini sepertinya baru dilakukan setelah muncul peristiwa yang bersifat melanggar ketentuan. Idealnya ini terus dilakukan berkala, mengingat emosi manusia bersifat fluktuatif,“ ujarnya.