JAKARTA -Keputusan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk melarang media menyiarkan sidang secara langsung mendapat protes dari berbagai kalangan. Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat menilai larangan siaran langsung pengadilan ini merupakan pelecehan terhadap kemerdekaan pers. Juru bicara Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Yohanes Priana mengatakan siap jika digugat terkait dengan keluarnya larangan ini. "Kami siap. Justru saya malah berharap dia menggugat. Supaya kami bisa menanyai yang dimaksud PWI itu apa?" kata dia saat dihubungi Tempo, Jumat, (10/3/2017).

Yohanes menjelaskan larangan ini ditetapkan untuk mengembalikan marwah pengadilan sebagai benteng terakhir upaya hukum. Adanya siaran langsung ditakutkan bisa mengumbar konten yang seharusnya tidak menjadi konsumsi publik.

Misal, ada seorang saksi yang setelah melihat sidang, tiba-tiba mengubah kesaksian karena terpengaruh oleh saksi lainnya. Diumbarnya konten sidang, selain mengontaminasi publik, juga dikhawatirkan berpotensi membuat aktor-aktor yang terlibat merekayasa keterangan.

Terlebih, kata Yohanes, peradilan adalah ranah personal. Ia mengibaratkan jika seorang ayah ingin melerai anak-anaknya yang sedang berkelahi, pasti akan dibawa masuk ke dalam rumah. "Masa diajak ke lapangan biar jadi tontonan orang?" ujar dia.

Kekhawatiran PWI mengenai adanya kecurangan yang tak bisa diawasi publik adalah lain soal. Menurut Yohanes, ada mekanisme tersendiri untuk mengawasi ada tidaknya orang-orang yang berbuat curang dalam sidang. "Jaksa ada Komite Kejaksaan, hakim ada Bawas, KY, LSM. Tapi jangan karena ketidakpercayaan terhadap subjek, persidangan jadi hancur," katanya.

Yohanes menuturkan larangan siaran langsung sidang merupakan evaluasi dari perkara Jessica Wongso yang ditangani Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tahun lalu. Selama persidangan berlangsung, sejumlah media televisi menyiarkan secara langsung.

Yohanes berterus terang bahwa siaran langsung itu membuat kalangan internal hakim menjadi risih. Lantas keluarlah Keputusan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk melarang media menyiarkan secara langsung. "Mau perkara apapun sudah tidak boleh live. Merekam boleh, tapi seperlunya," kata dia.