BARU saja Jakarta menggelar pesta demokrasi Pilkada DKI 2017 (15/2/2017), sehari setelahnya banjir menerjang. Yang paling parah banjirnya ada di titik Bukit Duri, Jakarta Selatan. Curah hujan yang tinggi di Ibu Kota, menyebabkan Sungai Ciliwung meluap. Meski di beberapa bagian sudah dibangun tembok penghalang, tetap saja air sungai meluap hingga ke permukiman warga, bahkan sekolah-sekolah, seperti yang terjadi di SMA 8 Jakarta.

Entah bagaimana hasil kebijakan Gubernur DKI Jakarta yang sekarang, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Gusur-menggusur sudah marak dilakukan dengan alasan normalisasi sungai, tapi banjir masih kejadian tuh!

"Tiap tahun banjir. 2016 enggak begitu tinggi. Terus sekarang (2017) lebih tinggi. 2015 hampir sama lah dengan sekarang. Tapi paling parah kan 2007 sampai atas banget banjirnya. Ini sebenernya biasanya banjir gede gini 5 tahun sekali. Sekarang malah setahun sekali,” tutur Sri, salah satu warga Bukit Duri yang tinggal di Daerah Aliran Sungai (DAS).

Ahok sendiri saat ditemui di Balai Kota pada Kamis 16 Februari, beralasan bahwa normalisasi sungai belum rampung 100%. Sayangnya dia sekadar ‘ngoceh’ dan justru sama sekali tak ada empati untuk meninjau langsung keadaan banjir di Bukit Duri.

“Kami belum selesai normalisasi sungainya dan banyak perumahan-perumahan yang memang sengketa tanah atau ada rumah bedeng yang tidak ada saluran airnya,” ungkap Ahok.

Saat Ahok tak menunjukkan batang hidungnya di Bukit Duri, setidaknya warga masih merasa diperhatikan. Selain bantuan datang dari para aktivis bencana, perhatian juga datang dari Kapolda Metro Jaya Irjen M Iriawan dan Pangdam Jaya Mayjen Teddy Lhaksmana.

“Bapak Kapolda dan Pangdam jauh lebih responsif. Saat air datang pukul 03.00 WIB dini hari, pagi sekitar pukul 07.00 WIB Kapolda dan Pangdam sudah ada di sini. Melihat warga yang mengungsi karena banjir,” timpal Hartono, salah satu warga yang terdampak banjir, Jumat (17/2/2017).

Sementara itu, Calon Gubernur (Cagub) nomor urut 1 Anies Baswedan, ikut angkat bicara soal banjir yang menerjang Ibu Kota. Menurutnya, kebijakan gusur-menggusur dan pelebaran sungai di Jakarta yang dijalankan Ahok, terbukti tak efektif.

“Oleh karena itu kenapa kita menawarkan perubahan karena, kita ingin berbagai terobosan bisa dilakukan lebih cepat. Artinya dialiran ke laut saja belum cukup. Tetap dimasukan ke bumi, dan tanah,” terang Anies.

“Jakarta memerlukan air. Karena air-air itu sudah masuk ke dulu ke dalam tanah sebelum dikirimkan ke sungai. Tempat seperti situ ditambah untuk bisa menampung ketika volume air besar. Itu tentu diperlukan. Di banyak tempat memang harus diperlukan,” tandasnya.

Dari catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI yang disampaikan Badan Nasional Penanggulangan (BNPB) RI, total korban yang terdampak banjir mencapai 7.788 jiwa.

Para korban tersebar di daerah-daerah yang diterjang banjir, seperti Kecamatan Ciracas, Kecamatan Kramat Jati, Kecamatan Cawang, serta Kecamatan Jatinegara.

Meski banjirnya disebutkan mulai surut, namun potensi banjir yang kembali melanda masih tinggi. Pasalnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), cuaca buruk dengan curah hujan yang tinggi masih akan terjadi, hingga awal Bulan Maret mendatang.

“Dari pantauan citra satelit, itu yang sekarang ini mengakibatkan konsentrasi awan dan hujan dengan intensitas ringan hingga lebat terjadi merata di hampir semua wilayah di Pulau Jawa, termasuk di wilayah Jawa Barat dan Bogor,” terang Kepala BMKG Stasiun Klimatologi Dramaga, Bogor, Dodi Sucahyono.

“Hujan biasanya terjadi pada pagi, siang dan malam hari dengan intensitas ringan hingga lebat. Nanti kemungkinan normalnya (peralihan) baru akan terjadi pada bulan Maret,” pungkasnya.