JAKARTA - Presiden Joko Widodo dinilai benar-benar sudah terperangkap dalam stigma yang dibuat dan diciptakan oleh orang-orang luar. Tak heran jika Joko Widodo mengatakan bahwa tantangan terbesar negara-negara muslim saat ini adalah membangun toleransi.

"Kok negara-negara muslim disebut susah bangun toleransi seolah-olah kita ini kurang toleran. Padahal kalau mau obyektif, negara-negara muslim, terutama Indonesia, sudah sangat terlalu toleran," kata jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ismail Yusanto, seperti dilansir RMOL.co, Rabu (3/8/2016).

Ismail pun membandingkan Indonesia dengan Filiphina dan Singapura. Di Filiphina, umat muslim yang minoritas selalu tertindas dan mengalami diskriminasi. Sejak Filiphina merdeka, tercatat tak lebih dari lima muslim yang menjadi senator. Pun demikian di Singapura, dengan jumlah muslim sekitar 15 persen, jabatan menteri muslim hanya seorang dan itu pun sangat tak strategis.

"Bandingkan dengan Indonesia, ada bupati, gubernur, menteri, bukan berasal dari muslim. Bahkan Purnomo Yusgiantoro bisa menjadi menteri ESDM selama 14 tahun. Pertumbuhan gereja di Indonesia pun jauh sangat pesat dibandingkan dengan pertumbuhan masjid," ungkap Ismail.

Ismail pun menyarankan Joko Widodo untuk menengok negara-negara di Eropa yang selama dikesankan toleran padahal tidak. Di Perancis misalnya, muslimah yang memakai cadar dilarang. Di Swiss juga misalnya, pembangunan masjid di larang. Di Belanda, pemerintah melarang cara menyembelih hewan secara Islami, melainkan harus diseterum dulu.

Terkait dengan kasus-kasus yang belakangan terjadi, seperti kasus Tanjung Balai, Ismail juga mengajak semua pihak melihat akar utama persoalan. Sebab seringkali umat Islam selama ini dilecehkan, namun diam saja sehingga ada pemicu yang timbul.

"Bayangkan, Ramadhan saja kita yang puasa diminta menghormati yang tidak puasa. Di Bali, kalau Hari Raya Nyepi, kita minta menghormati mereka juga, bahkan listrik tak boleh nyala dan operasi Bandara dihentikan. Kurang toleran apa lagi kita?" kata Ismail.

Sebelumnya, dalam sambutan pembukaan World Islamic Economic Forum (WIEF) ke-12 di Jakarta Convention Center (JCC), Jokowi mengatakan bahwa tantangan ekonomi dan politik dewasa ini masih sulit diatasi oleh komunitas negara muslim. Negara-negara muslim, termasuk Indonesia yang masih memiliki kampung-kampung miskin, harus bersama-sama memecahkan masalah dasar mengenai listrik, air, transportasi sekaligus memastikan masyarakat hidup di tempat bersih dan aman.

Namun, lanjut Jokowi, ada juga hal penting lain dan paling sulit dihadapi komunitas negara muslim. Yaitu toleransi.

"Mungkin yang lebih penting, namun juga paling sulit, kita harus bangun budaya terbuka di mana kita tak hanya tolerir perbedaan kita tapi menghormati perbedaan kita secara tulus," terangnya. ***