SERANG - Ibunda Eno Parinah, Mahfudoh ungkap kejadian aneh di rumahnya sebelum menerima kabar kematian buah hatinya tersebut. Menurut Mahfudoh, pada malam pemerkosaan dan pembunuhan Eno Parinah, suasana di rumahnya mendadak sepi.

Meski merasa ada keanehan pada malam pembunuhan Eno Parihah, Mahfudoh tak memiliki firasat buruk tentang anaknya. Mahfudoh baru sadar bahwa suasana aneh itu merupakan pertanda buruk saat mengetahui anaknya dibunuh secara sadis di Mess PT Polyta Global Mandiri, Kamis malam (12/5/2016).

“Sebelum tahu kabar itu suasana di sini sepi, enggak ada suara apa-apa. Biasanya kan ada suara jangkrik, kodok, tapi ini enggak ada,” ujar Mahfudoh di rumahnya, Desa Pegandikan, Kecamatan Lebakwangi, Serang, Banten, Sabtu (21/5/2016).

Esok harinya, tepatnya pada Jumat (13/5), Mahfudoh mendapat kabar dari teman Eno Parinah. Teman Eno mengabarkan jika anaknya sudah tiada.

Mahfudoh pun langsung berangkat menuju ke rumah sakit temat jenazah Eno Parinah diotopsi. Awalnya, Mahfudoh mengira anaknya meninggal karena kecelakaan lalulintas. Mahfudoh baru tahu anaknya menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan sadis saat tiba di rumah sakit.

“Nggak nyangka, Eno itu orang baik, pacaran aja belum pernah, kejam sekali pelakunya, ibu enggak terima,” imbuh Eno Parinah.

Eno Parinah dibunuh secara sadis oleh tiga pelaku, yakni Rahmat Arifin, Imam, dan siswa SMP berinisial RA (15). Pelaku membunuh Eno Parinah dengan menusukkan gagang cangkul ke dalam kemaluan korban hingga tembus ke bagian hati dan paru-paru Eno Parinah.

Foto CT scan gagang cangkul terlihat merusak alat vital, tembus hingga paru-paru dan merobek hati Eno Parinah.

Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti, mengatakan, sejak dirinya menjadi polisi dan menangani kasus pembunuhan, kasus Eno yang paling sadis.

“Selama saya menangani kasus pembunuhan, ini yang paling sadis,” ujar Krishna Murti, Kamis (19/5/2016) lalu. ***