MEDAN - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sumatera Utara menilai stabilitas sektor jasa keuangan di Sumatera Utara tetap terjaga stabil. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara (Sumut) tercatat surplus, berdasarkan peningkatan ekspor mencapai 393,82 juta dolar AS pada Maret 2024. Hal tersebut
didorong permintaan kuat dari negara-negara mitra dagang utama seperti Amerika Serikat, India, dan Jepang. 
 
Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Kantor OJK Provinsi Sumatera Utara, Wan Nuzul Fachri dalam siaran persnya dilansir, Jumat (26/4/2024) menyebutkan meskipun menghadapi tantangan dari ketidakpastian global yang berisiko terhadap sektor pertanian, ekonomi Sumatera Utara tetap menunjukkan ketahanan dengan dukungan dari sektor industri dan ekspor.
 
Secara keseluruhan lanjutnya, ekonomi Sumatera Utara mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,01 persen di tahun 2023, meningkat dari tahun lalu (4,73 persen).
 
Peningkatan ini didorong investasi, konsumsi pemerintah, dan aktivitas ekspor-impor, bersamaan dengan percepatan pembangunan Proyek Strategis Nasional dan persiapan PON.
 
Pembangunan infrastruktur, seperti Bandara A.H. Nasution dan revitalisasi fasilitas umum di Medan, juga mempengaruhi pertumbuhan ini. Sementara itu, konsumsi rumah tangga tetap kuat, meskipun pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan dan penumpang pesawat telah ternormalisasi. 
 
Keberlanjutan pertumbuhan ekonomi yang positif serta stabilitas sektor keuangan yang terjaga memberikan dasar yang kuat bagi pengembangan lebih lanjut dalam sektor ekonomi dan keuangan, serta memperkuat upaya menuju inklusi keuangan yang lebih luas dan berkelanjutan di Sumatera Utara.
 
Wan Nuzul Fachri juga menyebutkan sektor perbankan Sumatera Utara juga menunjukkan ketahanan dengan adanya peningkatan modal dan likuiditas hingga Februari 2024. 
 
Pertumbuhan kredit yang solid tercatat sebesar 2,96 persen year-on-year (yoy), menandai peningkatan dibanding pertumbuhan tahun sebelumnya yang sebesar 2,79 persen yoy. 
 
Ini mencerminkan kekuatan dan pertumbuhan ekonomi daerah yang terus berlanjut.
Penyaluran kredit didominasi oleh kredit produktif, mencapai Rp178,10 triliun atau 69,50 persen dari total kredit, mengalami pertumbuhan yang cenderung stagnan dan sedikit termoderasi sebesar negatif 0,17 persen yoy.
 
Perlambatan kredit produktif turut dipengaruhi oleh distribusi kredit Investasi yang terkontraksi sebesar negatif 10,95 persen yoy, dipengaruhi oleh sektor perkebunan dan industri pengolahan komoditas kelapa sawit yang melambat seiring dengan masih lemahnya harga crude palm oil (CPO) di pasar global. 
 
Sementara itu, kredit Modal Kerja bertumbuh cukup baik sebesar 7,09 persen yoy sehinga kontraksi kredit secara total tidak terlalu dalam.
 
Meskipun demikian, kredit produktif menunjukkan pemulihan yang signifikan, terutama dalam sektor pengolahan minyak goreng dari sawit, yang tumbuh sebesar 17,09 persen yoy.
 
Peningkatan ini didorong oleh permintaan domestik yang kuat, perbaikan kondisi pandemi, serta penerapan program hilirisasi industri kelapa sawit nasional, termasuk program B35 dan B40 yang dijalankan pemerintah, yang semakin meningkatkan kinerja industri pengolahan.