MEDAN - Akademisi UMSU, Shohibul Anshor Siregar menanggapi pernyataan pemerintah soal sulitnya akses keuangan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Menurutnya, inilah gaya khas dalam kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

"Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengungkapkan masih banyak pelaku usaha kelas menengah yang kesulitan mengakses pembiayaan. Inilah gaya khas dalam kepemimpinan semasa Jokowi. Mengeluhkan sesuatu seperti victim (korban). Padahal sekaligus mengekspose kelemahan sendiri. Ada otoritas di tangan, tetapi lebih memilih mengeluh kepada rakyat. Rakyat, lucunya, menerima itu dan menyalahkan sesama," ujar Shohibul Anshor Siregar menjawab pernyataan Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki.

Tetapi, sambung Shohibul, bisa beri data penyimpangan dalam kesulitan akses ke sumber pembiayaan itu kepada lembaga penegak hukum untuk ditindaklanjuti manakala sifatnya memang berindikasi pidana. Itu dapat dilakukannya tanpa teriak seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

"Memang populisme model Indonesia ini kerap menyesatkan, sehingga kebenaran dan kesalahan tak jelas bedanya. Keberesan dan centang prenang juga demikian, tak begitu mudah dibedakan. Indonesia mengalami dilema paralelitas yang parah," jelasnya.

Fenomena ini, sebut Shohibul Anshor ditandai dengan lompatan narasi ke depan, namun masalah sangat jauh dan mendasar di bawah sekali.

Orang-orang pemerintahan sudah bicara tentang industri 4.0, padahal membuat data orang yang mustahak atas Bantuan Langsung Tunai (BLT) bersalahan.

"Dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mereka (pemerintah) sangat bangga sekali. Padahal KPK itu sendiri setiap hari menbuktikan kinerjanya yang sangat jauh dari agenda besar pemberantasan korupsi. Ia hanya sibuk mengglorifikasi diri dalam kasus-kasus kecil," sebut Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumut (LHKP-PWMSU) ini.

Ketika ditanya solusi terkait persoalan sulitnya pelaku UMKM tersebut, jebolan sekolah pascasarjana Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta ini menyebut, pelaku UMKM harus bersabar dan jangan mau dijadikan sebagai alasan koruptif bagi penyelenggara negara di level mana pun.

"Saat ini, nyaris tak ada UMKM yang bisa berkembang karena degradasi dalam banyak hal akibat Covid. tetapi intinya adalah terdapat penurunan daya beli masyarakat. Mestinya daya beli masyarakat yang segera dipulihkan oleh pemerintah agar produk UMKM terbeli dan cash flow mereka lancar," sebutnya.

Bagaimana memperbaiki daya beli masyarakat?, tanya Shohibul, yakni merekrut seluruh pengangguran dan angkatan kerja ke proyek infrastruktur pemerintah.

"Artinya, pemerintah pusat menggelontorkan Rp 5-7 triliun kepada setiap daerah kabupaten dan kota, Ro 10-15 trilun untuk setiap provinsi. Dana itulah digunakan untuk proyek infrastruktur yang orientasinya berbeda dengan proyak selama ini yang tunduk pada asing terutama China," paparnya.

Pertanyaannya uang dari mana, kata Shohibul, cetak saja uang itu.

"Bukankah pemerintah sudah beroleh mandat membuat anggaran sesuai dengan perpu yang telah diundangkan itu? Cetak saja, tidak akan ada inflasi selama produksi digalakkan," pungkas Ketua Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPD-IMM) Sumut periode 1986-1988 ini.

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengungkapkan masih banyak pelaku usaha kelas menengah yang kesulitan mengakses pembiayaan.

Menurut Menteri, hal ini berbahaya bagi perekonomian karena membuat pelaku UMKM menjadi kurang produktif dan kalah saing dengan pemain yang lebih besar.