Medan - Rocky Gerung seorang pengamat Politik yang cemerlang berkunjung ke Kota Medan sekaligus mengkampanyekan anti dinasti dan oligarki. Selama  kunjungan tiga harinya di Medan, di sela waktunya yang padat tim GoSumut berhasil mewawancarai nya sebelum bertolak ke Jakarta Kamis, 26 November 2020.

Waktu yang diberikan lima menit oleh penyelenggara dimanfaatkan betul tim GoSumut sebagai satu-satunya media yang mewawancarai beliau usai bertemu pasangan Ahyar-Salman di pusat kuliner di lapangan bersejarah kota terbesar di luar Pulau Jawa ini. Berikut petikan wawancara singkat tersebut.

Bagaimana Bung  melihat Pilkada Medan dengan adanya Bobby alias  menantu Jokowi lawan Akhyar yang mantan politisi PDIP?

Saya tidak mempersoalkan latar belakang politik seseorang tapi menyoalkan intervensi istana. Seolah amunisi yang ada di Jakarta diarahkan ke Medan, itu tidak fair. Kota Medan, hanya disebut Medan kalau dia merdeka dari nepotisme. "Medan artinya, merdeka dar nepotisme, itu yang harus ditanamkan," tegas Bung Rocky.

Bahwa  politik oligarki itu buruk bagi milenial dan bagi perkembangan intelektual  timpal Rocky yang selalu berkata vokal dan menohok penguasa.

Bagaimana dengan perang para pengurus partai pendukung yang turun ke Medan mendukung masing-masing pasangan calon walikota?

Saya ingin memastikan bahwa politik Jakarta dengan segenap amunisi yang diarahkan ke Medan tidak boleh menghalangi warganya untuk memilih pemimpinnya sendiri. Medan menjadi ujian politik bagi setiap partai yang mendukung kontestannya.

Anda bayangkan saja kalau energi kabinet ditumpahkan ke Medan itu artinya ada yang mau ditopang. Maka saya memastikan bahwa kedatangan ke kota ini bukan untuk memenangkan kandidat tertentu. Tapi, untuk memenangkan masa depan Medan.

Kalau kandidat itu kuat ngapai ada kabinet di sini. Kalau kandidat istana bermutu ngapai juga sumber daya istana di kerahkan ke Medan, tutur bung Rocky disela hingar bingar jalanan kota Medan.

Menurut Bung Rocky, Prediksinya siapa yg menang?

Biarkan masyarakat Medan memilih pemimpinnya sendiri yang tidak memilih politik dinasti maka saya berupaya dengan "mengucapkan akal sehat”  bahwa Medan adalah pertaruhan apakah hidup dengan demokrasi atau nepotisme.