JAKARTA - Dua stafsus Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan suap urusan ekspor benih lobster atau benur. Satu di antaranya dalam pelarian.


Kedua stafsus Edhy Prabowo itu, Safri dan Andreau Pribadi Misanta. Safri ditangkap bersama rombongan Edhy Prabowo di Bandara Soekarno-Hatta pada Selasa (25/11) dini hari. Selain sebagai staf khusus Edhy Prabowo, Safri menjabat Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence).

Salah satu tugas dari tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur. Dalam kasus ini, Safri dan Amiril Mukminin menyerahkan uang kepada Edhy Prabowo pada Mei 2020 sebesar USD 100 ribu. Uang itu dari Suharjito selaku Direktur DPP.

"Pada awal bulan Oktober 2020, Suharjito selaku Direktur DPP datang ke kantor KKP di lantai 16 dan bertemu dengan Safri. Dalam pertemuan tersebut diketahui bahwa untuk melakukan ekspor benih lobster, hanya dapat melalui forwarder PT ACK dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor, yang merupakan kesepakatan antara Amiril dengan Andreau Pribadi Misanta dan Siswadi, selaku pengurus PT ACK," ujar Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam jumpa pers dari gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, dilansir dari detikcom, Kamis (26/11/2020).

Dari kegiatan ekspor benih lobster itu, PT DPP diduga mentransfer duit ke rekening PT ACK senilai Rp 731 juta. PT DPP kemudian mendapat arahan dari Edhy Prabowo lewat Tim Uji Tuntas mendapat penetapan kegiatan ekspor benih lobster, yang mana sudah dilakukan sebanyak 10 kali menggunakan PT ACK.

"Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening Amri dan Ahmad Bahtiar masing-masing dengan total Rp 9,8 miliar," kata Nawawi.

Kemudian pada 5 November Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening stafsus istri Edhy Prabowo sebesar Rp 3,4 miliar untuk keperluan Edhy Prabowo, Iis Rosyati, Safri, dan Andreau Pribadi Misanta.

"Di samping itu pada sekitar bulan Mei 2020, Edhy Prabowo juga diduga menerima sejumlah uang USD 100 ribu dari Suharjito melalui Safri dan Amiril Mukminin," terang Nawawi.

Safri dan Andreau Pribadi Misanta juga pada Agustus 2020 diduga menerima uang dengan total Rp 436 juta dari Ainul Faqih.

Safri sudah jadi tersangka dan ditahan selama 20 hari sampai 14 Desember di Rutan KPK. Sementara itu, Andreau Pribadi Misanta masih dalam pelarian dan diminta menyerahkan diri.

"Dua orang tersangka belum dilakukan penahanan dan KPK mengimbau kepada kedua tersangka, yaitu Andreau Pribadi Misanta dan Amiril Mukminin, untuk segera menyerahkan diri ke KPK," kata Nawawi.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan 7 orang tersangka yaitu:

1. Edhy Prabowo (EP) sebagai Menteri KKP;
2. Safri (SAF) sebagai Stafsus Menteri KKP;
3. Andreau Pribadi Misanta (APM) sebagai Stafsus Menteri KKP;
4. Siswadi (SWD) sebagai Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK);
5. Ainul Faqih (AF) sebagai Staf istri Menteri KKP; dan
6. Amiril Mukminin (AM)

Sebagai pemberi:
7. Suharjito (SJT) sebagai Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP).

Keenam tersangka penerima disangkakan Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan tersangka pemberi disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.