MEDAN - Jelang debat tahap dua Pilkada Medan, malam nanti, Ekonom Universitas Sumatera Utara (USU) mengungkap fakta terus memburuknya iklim investasi sejak 2016.
Adalah Wahyu Pratomo, ekonom yang menyebut sejak hampir lima tahun lalu hingga 2020 ini para pemodal semakin enggan masuk ke Medan untuk mengembangkan usaha. Penyebabnya?

Menurut Wahyu, kota yang selama lima tahun terakhir dipimpin pasangan H.T. Dzulmi Eldin dan Akhyar Nasution ini tergolong tidak ramah terhadap iklim investasi. Incremental capital-output ratio (ICOR) menjadi tolok ukurnya.

Secara sederhana, lanjut Wahyu, ICOR itu indikator yang menunjukkan besaran modal untuk menghasilkan satu output. Misal ICOR=5, maka perlu Rp5 juta untuk 1 output/barang. Kalau ICOR=7, itu artinya perlu investasi Rp7 juta untuk satu output. Makin besar ICOR, maka semakin tidak efisien.

"Makin tinggi ICOR satu kota, maka pengusaha akan keluar lebih banyak modal untuk jajaki sebuah usaha. Investasi itu kan adalah jumlah uang yang dibelanjakan oleh pengusaha," kata Wahyu kepada wartawan di Medan, Sabtu (21/11/2020).

Lantas berapa ICOR Kota Medan? Ternyata dari data 2019 lalu, ICOR kota Medan sudah mencapai 7,2. Bandingkan dengan kota lainnya, semisal Bandung (5,0), Surabaya (5,1) dan Makasar (6,0).

"Dan, kota-kota lain itu cenderung turun ICOR-nya. Artinya, pemerintah masing-masing sudah semakin baik mengelola kotanya," tambah Wahyu.

Ironisnya, tukas dia pula, di Medan indeks ICOR malah semakin tinggi. "Medan tahun 2016 itu sekitar 6,50 dan terus naik sampai 2019. Harusnya yang ideal itu di angka 4.0 hingga 5,0," lanjut Wahyu.

Nah, bagaimana cara menurunkan indeks ICOR agar investor mau beramai-ramai datang berinvestasi di Kota Medan. Perlu diketahui, dengan masuknya investasi maka tentu akan menambah pendapatan asli daerah (PAD) hingga menyerap tenaga kerja.

"Cara menurunkan ICOR itu sudah banyak dilakukan oleh pemerintah daerah lainnya. Misal, mempermudah perizinan, tidak ada lagi biaya-biaya pungli, sarana-prasarana yang diperlukan pelaku usaha terpenuhi," kata Wahyu.

Dari yang ia simak pada debat pertama, 7 November lalu, salah satu cara menekan ICOR sudah masuk dalam program visi-misi Bobby Nasution, Calon Wali Kota Medan Nomor Urut 2.

"Mall perizinan, atau mall pelayanan publik yang bakal dibangun Bobby Nasution salah satunya untuk mengurangi biaya perizinan kan?" lanjut Wahyu.

Perlu ada koordinasi yang kuat dalam bentuk kolaborasi antar-OPD (organisasi perangkat daerah), tambahnya pula. Jadi, bukan menonjolkan egosentris masing-masing OPD, seperti yang terjadi di Medan.

Egosentris masing-masing OPD, membuat perizinan di Medan masih terpencar-pencar. "Seolah di Medan ini tidak ada kepemimpinan," pungkas Wahyu.

Diketahui, sebagaimana telah diungkap Bobby Nasution dalam berbagai kesempatan, solusi untuk menurunkan indeks ICOR adalah dengan mereformasi birokrasi. Di antaranya, membangun mall pelayanan publik. Kelak di Medan akan ada satu bangunan terpadu yang di dalamnya bisa dilakukan segala macam bentuk pengurusan. Mulai dari perizinan, urusan kependudukan hingga perpajakan.

"Bangunannya nyaman, bagus, dingin. Masyarakat datang tak punya KTP, pulang langsung bawa KTP. Siap dengan cepat tanpa birokrasi yang ribet. Sekarang sudah zaman digital, kita akan manfaatkan itu di Medan," kata Bobby. (*)